Minggu, 24 Mei 2009

BAB I
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis (Depkes, RI. 2001, hlm.7). Menurut Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani dan Setiowulan (1999, hlm.472) menjelaskan tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis dengan gejala yang sangat bervariasi.
Selanjutnya Tucker, Canobbio, Paquette dan Wells (1998, hlm.257) mengemukakan tuberkulosis adalah penyakit infeksi kronis akut atau subakut yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis.
Menurut Robbin, Cotran dan Kumar (1999, hlm.445) tuberkulosis merupakan penyakit kronik menular yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis yang ditandai oleh jaringan granulasi nekrotik.
Tuberkulosis adalah infeksi kronik yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis dan ditandai oleh hipersensitifitas yang diperantarai sel (Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci & Kasper 1999, hlm.799).
Penyakit Tuberkulosis pada bayi dan anak disebut juga Tuberkulosis Primer dan merupakan suatu penyakit sistemik. Tuberkulosis primer biasanya mulai secara perlahan-lahan sehingga sukar ditentukan saat timbulnya gejala pertama. Kadang terdapat keluhan demam yang tidak diketahui sebabnya dan sering disertai tanda-tanda infeksi saluran napas bagian atas.

B. PENYEBAB DAN FAKTOR PREDISPOSISI
Penyebab
Menurut Soeparman dan Waspadji (1994) penyebab dari tuberkulosis adalah mikobakterium tuberkulosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron. Spesies lain kuman ini yang dapat memberikan infeksi pada manusia adalah Mikobakterium boviss, Mikobakterium kansal, Mikobakterium intracellulare, sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap enzim dan tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman dapat bertahan hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin. Hal ini terjadi karena kuman dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman bangkit kembali dan menjadi tuberkulosis aktif lagi (Soeparman & Waspadji 1994).
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intrasellulare yakni dalam sitoplasma makrofag yang semula memfagositosis malah kemudian disenanginya karena banyak mengandumg lipid. Sifat kuman ini adalah aerob, sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang lebih tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian yang lain. Sehingga sebagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis (Soeparman & Waspadji 1994).
Faktor Predisposisi
Menurut Timby (1999) faktor predisposisi tuberkulosis adalah :
a. Harus ada sumber penularan
b. Kasus tuberkulosis terbuka dengan dahak menunjukan adanya hasil tuberkulosis.
c. Kasus TBC terbuka dengan dahak menunjukan adanya hasil TBC.
d. Jumlah basil yang mempunyai kemampuan mengadakan terjadinya infeksi cukup banyak dan terus-menerus.
e. Virulensi (keganasan bakteri).
f. Menurunnya daya tahan tubuh seseorang dapat memungkinkan basil tuberkulosis berkembang biak.
g. Nutrisi
h. Nutrisi yang buruk akan mengakibatkan daya tahan tubuh menurun.
i. Pekerjaan
j. Pekerjaan yang berat, pekerjaan yang berhubungan langsung dengan polutan-polutan seperti asbes, serbuk kayu, asap dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan sehingga basil tuberkulosis mudah berkembang biak.
Tiga macam penyebaran patogen pada tuberkulosis anak :
a. Penyebaran hematogen tersembunyi yang kemudian mungkin timbul gejala atau tanpa gejala klinis.
b. Penyebaran hematogen umum, penyebaran milier, biasanya terjadi sekaligus dan menimbulkan gejala akut, kadang-kadang kronis.
c. Penyebaran hematogen berulang-ulang.

C. PATOFISIOLOGI
Menurut Soeparman dan Waspadji (1994) patofisiologi tuberkulosis Primer yaitu :
Penularan paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuklei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik, dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.
Bila partikel ini sampai terhisap oleh orang yang sehat, partikel akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersinkan oleh makrofag keluar dari cabang trakhea bronkhial beserta gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap dijaringan paru, akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang dijaringan paru-paru akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer. Sarang primer ini dapat terjadi dibagian mana saja dari paru-paru.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis regional). Sarang, limfangitis lokal limfadenitis regional akan membentuk kompleks primer.


Pathway
Kuman di batukkan atau dibersinkan
Berkembang dalam sitoplasma makrofag
Droplet nuklei
Membentuk sarang primer
Menempel pada jalan napas (paru-paru)
Peradangan getah bening
Pembesaran kelenjar getah bening
limfangitis
Limfangitis lokal regional
Sembuh tanpa cacat
Kompleks primer
Hematogen
Limfogen
Bronkogen
Perkontinuitatum
Sembuh dengan kalsifikasi
Komplikasi menyebar


















Sumber : Soeparman dan Waspadji (1994)




D. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Soeparman dan Waspadji (1994) gambaran klinis dari tuberkulosis adalah :
Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza tapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41o C. Serangan demam hilang timbul sehingga penderita merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam. Keadaan ini sangat dipengaruhi daya tahan tubuh penderita berat fungsinya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
Batuk
Gejala ini banyak ditemukan, batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk untuk dikeluarkan karena terlibatnya bronkus pada tiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan sejak terjadi peradangan. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah, kebanyakan pada batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada dinding bronkus.
Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan, penderita belum merasakan sesak. Sesak napas akan dirasakan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah sebagian paru-paru.
Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi.
Napsu makan tidak ada dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik dengan adekuat.
Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa : anoreksia atau tidak nafsu makan, badan makin kurus (berat badan menurun), sakit kepala, meriang, nyeri otot dan keringat malam. Keringat malam terjadi disebabkan karena demam yang merangsang hipotalamus, menghasilkan prosplatglandin sehingga tubuh berespon dengan menggigil dan meningkatkan metabolisme yang produknya berupa keringat untuk mendinginkan tubuh.

E. PENATALAKSANAAN
Menurut Depkes, RI. (2001, hlm.33) petunjuk pengobatan penderita tuberkulosis primer adalah :
Saat ini pengobatan pilihan dalam program pemberantasan tuberkulosis menggunakan panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) selama 6 bulan yang terdiri atas Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pyrazinamide (Z), Streptomizin (S) dan Ethambutol (E). Obat-obat ini diberikan secara gratis, setiap kategori pengobatan terdiri atas dua tahap pemberian yaitu fase awal intensif dan fase lanjutan berkala. Pada fase awal penderita makan obat setiap hari dengan pengawasan penuh, sedangkan fase intermitten penderita minum 3 kali seminggu.
Di Indonesia panduan OAT yang disediakan oleh pemerintah ada empat jenis yaitu :
1. Kategori I
Panduan ini terdiri atas 2 bulan fase awal intensif dengan meminum HRZE, diminum setiap hari dan fase lanjutan selama 4 bulan dengan HR 3 kali seminggu.
Kategori I diberikan untuk :
a. Penderita baru Basil Tahan Asam (BTA) positif.
b. Penderita baru BTA negatif (rontgen positif yang sakit berat dan ekstra paru berat yang belum pernah menelan OAT atau kalau pernah kurang dari 1 bulan).

2. Kategori II
Panduan ini terdiri atas 2 bulan fase awal intensif dengan HRZE diminum setiap hari dan setiap kali habis minum obat diberi suntikan Streptomicin di puskesmas terdekat. Kemudian 1 bulan lagi dengan HRZE diminum setiap hari tanpa suntikan, kemudian dilanjutakan dengan fase intermitten selam 5 bulan dengan HRZE 3 kali seminggu.
Kategori II diberikan pada :
a. Penderita kambuh relapse BTA positif.
b. Gagal BTA positif.
3. Kategori III
Panduan obat ini terjadi atas 2 bulan fase awal intensif dengan HRZ diminum setiap hari kemudian diteruskan dengan fase lanjutan selama 4 bulan dengan HR diminum 3 kali seminggu.
Kategori III diberikan untuk :
a. Penderita baru BTA negatif rontgen positif
b. Penderita dengan ekstra paru ringan.
4. Obat sisipan HRZE
Diberikan bila pengobatan kategori 1 dan 2 pada fase awal BTA masih positif diberikan obat sisipan selama 1 bulan setiap hari.
Keterangan pemberian obat untuk bayi atau anak (Tuberkulosis Primer) :
a. Isoniasid
1) Indikasi : Tuberkulosis paru maupun ekstra paru.
2) Kontra indikasi : Penyakit hati hipersensitif terhadap isoniazid.
3) Dosis : Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk intermiten, 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
Untuk anak-anak dengan BB < 10 kg yaitu 50 mg, BB 10-20 kg yaitu 100 mg, BB 20-23 kg yaitu 200 mg.
b. Rifampisin
1) Indikasi : Infeksi berat, terapi lepra, pengobatan tuberkulosis terapinya dengan obat lain.
2) Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap Rifampisin.
3) Dosis : 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.
Untuk anak-anak dengan BB < 10 kg yaitu 75 kg, BB 10-20 kg yaitu 150 mg, BB 20-23 kg yaitu 300 mg.
c. Pyrazinamide
1) Indikasi : Pengobatan Tuberkulosis.
2) Kontra indikasi : Penderita yang mengalami gangguan pada hati.
3) Dosis : Dosis harian 25 mg/kg BB. Sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
Untuk anak-anak dengan BB < 10 kg 150 mg, BB 10-20 kg 300 mg, BB 20-33 kg 600 mg.
d. Streptomisin
1) Indikasi : Pengobatan Tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain.
2) Kontra indikasi : Tidak dianjurkan untuk penderita kelompok lanjut usia.
3) Dosis : Dosis harian yang dianjurkan 1,5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dengan dosis sama.
e. Ethambutol
1) Indikasi : Pengobatan Tuberkulosis dan untuk mencegah resistensi kuman terhadap anti tuberkulosis lain.
2) Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap Ethambutol dan penderita yang diketahui menderita neuritis optik.
3) Dosis : Dosis biasanya 15 mg/kg BB, diberikan sehari sekali, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB.
F. KOMPLIKASI
Menurut Depkes, RI. (2001, hlm.9) komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberkulosis paru adalah :
1. Batuk darah (Hemoptisis).
2. Pneumothorak spontan (paru kolaps karena kerusakan jaringan paru).
3. Bronkhiektasis, fibrosis pada paru.
4. Insufisiensi kardiopulmoner.



















BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. DATA FOKUS PENGKAJIAN
1. Pengkajian
fokus pengkajian wawancara kepada keluarga meliputi :
a. Aktivitas atau istirahat
Kelelahan umum dan kelemahan, napas pendek karena kerja, kesulitan tidur pada malam hari, demam malam hari, menggigil, berkeringat, mimpi buruk..
b. Makanan atau cairan
Kehilangan nafsu makan, menurunnya berat badan..
c. Pernapasan
Batuk produktif atau non produktif, napas pendek, riwayat tuberkulosis atau terpajan pada individu terinfeksi.
d. Penyuluhan atau pembelajaran
Riwayat keluarga tuberkulosis, ketidakmampuan umum atau status kesehatan buruk, gagal untuk membaik atau kambuhnya tuberkulosis, tidak berpartisipasi dalam terapi.
2. Pemeriksaan fisik
Menurut Tucker, Canabbio, Paquette(1998, hlm.257), pemeriksaan fisik pada pasien dengan tuberkulosis :
a. Takikardia, takipnea atau dispnea, kelemahan otot, nyeri sesak.
b. Penurunan berat badan, turgor kulit buruk, kulit kering bersisik
c. Nodus limfa membengkak dan nyeri dada, demam rendah atau sakit panas akut.
d. Krakles diatas apek paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek, bunyi napas tidak normal (ronkhi, mengi), pengembangan pernapasan tidak simetris, perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural atau perubahan pleural).
e. Sedikit batuk (pada inflamasi primer)
3. Pemeriksaan penunjang
Menurut Soeparman dan Waspadji (1994) pemeriksaan penunjang pada tuberkulosis adalah :
a. Darah
Pada tuberkulosis akan didapatkan leukosit yang sedikit meninggi dengan diferensiasi kekiri, jumlah limfosit masih dibawah normal, laju endap darah mulai meninggi.
b. Sputum
Pada pemeriksaan sputum BTA positif bila ditemukan minimal 3 batang kuman BTA pada satu sediaan, atau 5000 kuman dalam ml sputum.
c. Foto thorak
Gambaran foto thorak yang menunjang diagnosa tuberkulosis adalah :
1) Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah.
2) Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular).
3) Adanya kavitas.
4) Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru.
5) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
6) Bayangan milier.
d. Tes tuberkulin
Biasanya dipakai Manthoux yaitu dengan menyuntikan 0,1 cc tuberkulin Purified Protein Derivate (PPD) interkutan berkekuatan 5 Intermediate Strength (TU). Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikan akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri atas infiltrat limfosit yaitu persenyawaan antara reaksi antibodi seluler dan antigen tuberkulin. Pada bayi atau anak hasilnya dengan diameter 2 mm atau lebih besar. Hasil tes manthoux dibagi dalam :
1) Indurasi 0-5 mm (diameter)
Manthoux negatif = golongan non sensitifitas, peranan antibodi humoral paling menonjol.
2) Indurasi 6-9 mm
Manthoux positif = golongan normal sensitifitas, peranan antibodi humoral masih menonjol.
3) Indurasi 10-15 mm
Manthoux positif = golongan normal sensitifitas, peranan kedua antibodi seimbang.
4) Indurasi lebih dari 16 mm
Manthoux positif kuat = golongan hipersensitifitas, peranan antibodi seluler paling menonjol.
Pathway Keperawatan
Tuberkulosis primer
Resiko infeksi
Proplet nukki

Menempel pada jalan nafas (paru-paru) Besarang di aeks paru

Berkembang dalam sitoplasma makrotag Tertelan bersama Sputrum
Gangguan pertukaran gas
Peradangan jalan nafas di paru Invasi ke dalam saluran
pencernaan
Bersihan jalan nafas tidak efektif Membentuk sarang primer
Peninggkatan asam
Peradangan saluran getah bening lambung

Membentuk kompleks primer Mual, muntah
Anoreksia
Berkomplikasi dan menyebar secara
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Limfogin Hematogin Perkontinuitarum

` Limfodenitis Bakterimia Bronkus


Jantung Peritoncum Otak Pleura

Sumber : Soeparman dan Waspadji (1994), Doenges, dkk. (1999) dan Tucker (1998)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme bronkus.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan spasme bronkus.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

C. INTERVENSI
1. Dx I : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme bronkus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan bersihan jalan napas kembali efektif.
NOC : Respiratory Status : Airway Patency
Kriteria Hasil :
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips).
b. Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama napas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal)
c. Mampu mengidentifikasi dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan napas.
Keterangan Skala :
a. Skala 1 : Tidak menunjukkan
b. Skala 2 : Jarang menunjukkan
c. Skala 3 : Kadang menunjukkan
d. Skala 4 : Sering menunjukkan
e. Skala 5 : Selalu menunjukkan
NIC : Airway Management
INTERVENSI :
a. Posisikan pasien untuk maksimal ventilasi
b. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
c. Keluarkan secret dengan batuk atau suction
d. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan
e. Berikan bronchodilator bila perlu
f. Atur intake untuk cairan mengptimalan keseimbangan
g. Monitor respirasi dan status O2
2. Dx II : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan spasme bronkus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas kembali lancar.
NOC : Respiratory Status : Ventilation
Kriteria Hasil :
a. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
b. Memelihara kebersiahn paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernapasan
c. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suatu napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
d. TTV dalam rentang normal
Keterangan Skala :
a. Skala 1 : Tidak menunjukkan
b. Skala 2 : Jarang menunjukkan
c. Skala 3 : Kadang menunjukkan
d. Skala 4 : Sering menunjukkan
e. Skala 5 : Selalu menunjukkan
NIC : Airway management
INTERVENSI :
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
c. Keluarkan secret dengan batuk atau suction
d. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan
e. Berikan bronchodilator bila perlu
f. Atur intake untuk cairan mengptimalan keseimbangan
g. Monitor respirasi dan status O2
3. Dx III : Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi.
NOC : Risk Control
Kriteria Hasil :
a. Kenali factor resiko infeksi
b. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi factor resiko
c. Monitor perubahan status kesehatan
d. Mendorong gaya hidup status kesehatan (dari status kesehatan yang buruk le status kesehatan yang baik)
e. Menunjukkan perilaku hidup sehat
Keterangan Skala :
a. Skala 1 : Tidak pernah dilakukan
b. Skala 2 : Jarang dilakukan
c. Skala 3 : Kadang dilakukan
d. Skala 4 : Sering dilakukan
e. Skala 5 : Selalu dilakukan
NIC : Infection Protection
INTERVENSI :
a. Monitor tanda dan gejala infeksi
b. Monitor kerentanan terhadap infeksi
c. Batasi pengunjung
d. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan dan panas
e. Ajarkan cara menghindari infeksi
f. Instruksikan pasien untuk minum obat anti biotic sesuai resep
4. Dx IV : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
NOC : Nutrient Intake
Kriteria Hasil :
a. Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan
b. BB ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi :
1) Rambut merah
2) Perut buncit
3) Mata cekung
4) Turgor kulit kering
e. Tidak terjadi penurunan BB yang berarti
Keterangan Skala :
a. Skala 1 : Tidak menunjukkan
b. Skala 2 : Jarang menunjukkan
c. Skala 3 : Kadang menunjukkan
d. Skala 4 : Sering menunjukkan
e. Skala 5 : Selalu menunjukkan
NIC : Nutrition Management
INTERVENSI :
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
c. Yakinkan keluarga diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
d. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
e. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori




D. EVALUASI
1. Dx I : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme bronkus.
NOC : Respirator Status
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips). Skala 5
b. Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama napas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal). Skala 5
c. Mampu mengidentifikasi dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan napas. Skala 5
2. Dx II : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan spasme bronkus.
NOC : Respiratory Status : Ventilation
a. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat. Skala 5
b. Memelihara kebersiahn paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernapasan. Skala 5
c. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suatu napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu. Skala 5
d. TTV dalam rentang normal. Skala 5
3. Dx III : Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun
NOC : Risk Control
a. Kenali factor resiko infeksi. Skala 5
b. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi factor resiko. Skala 5
c. Monitor perubahan status kesehatan. Skala 5
d. Mendorong gaya hidup status kesehatan (dari status kesehatan yang buruk le status kesehatan yang baik). Skala 5
e. Menunjukkan perilaku hidup sehat. Skala 5
4. Dx IV : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
NOC : Nutrient Intake
a. Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan. Skala 5
b. BB ideal sesuai dengan tinggi badan. Skala 5
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi. Skala 5
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi : Skala 5
1) Rambut merah
2) Perut buncit
3) Mata cekung
4) Turgor kulit kering
e. Tidak terjadi penurunan BB yang berarti. Skala 5





















DAFTAR PUSTAKA

DepKes RI. 1989. Perawatan Bayi dan Anak. Jakarta : DepKes RI.

DepKes R.I. 2001. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan 6. Jakarta: DepKes R.I.

Jellife, DB. 1994. Kesehatan Anak Di Daerah Tropis. Jakarta : Bumi Aksara.

Jhonson, Marion, dkk. 1997. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC) Edisi 2. St Louis, Missouri : Mosby.

Mansjoer, A dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 5, Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.

Mc Closkey, Joanner. 1996. Iowa Intervention Project Nursing Intervention Classification (NIC) Edisi 2. Westline Industrial Drive, St. Louis : Mosby.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta : EGC.

Pillitteri, Adele. 2002. Buku Saku Perawatan Kesehatan Bayi dan Anak. Jakarta : EGC.

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa keperawatan NANDA Definisi dan klasifikasi 2005-2006. Jakarta : Prima Medika.

www.google.com/ diakses tanggal 10 Juni 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar