BAB II
KONSEP DASAR
MARASMUS
A. Pengertian
1. Marasmus adalah suatu bentuk malgizi protein energi karena kelaparan, semua unsur diet kurang. Hal ini dikarenakan masukan kalori yang tidak adekuat, diet “Faddy”, penyakit usus menahun, kelainan metabolik/infeksi menahun separti tuberkulosis. (Pincus catzel dan Ian roberts, 1991 : 106).
2. Marasmus adalah bila kekurangan kalori dalam diet yang berlangsung lama yang akan menimbulkan gejala undernutrition yang sangat ekstrim. (FKUI, 1985 : 361).
3. Marasmus adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan karena rendahnya konsumsi energi kalori dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga mengakibatkan tidak adekuatnya intake kalori yang dibutuhkan oleh tubuh. ( Nelson, 1999 : 298 ).
4. Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori-protein yang berat. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. ( http://dokterfoto. com, diperoleh tanggal 4 Juni 2008).
B. Etiologi
Menurut Behrman (1999: 122) etiologi marasmus antara lain:
1. Pemasukan kalori yang tidak mencukupi, sebagai akibat kekurangan dalam susunan makanan.
2. Kebiasaan-kebiasaan makanan yang tidak layak, seperti terdapat pada hubungan orang tua-anak yang terganggu atau sebagai akibat kelainan metabolisme atau malformasi bawaan.
3. Gangguan setiap sistem tubuh yang parah dapat mengakibatkan terjadinya malnutrisi.
4. Disebabkan oleh pengaruh negatif faktor-faktor sosioekonomi dan budaya yang berperan terhadap kejadian malnutrisi umumnya, keseimbangan nitrogen yang negatif dapat pula disebabkan oleh diare kronik malabsorpsi protein, hilangnya protein air kemih ( sindrom neprofit ), infeksi menahun, luka bakar dan penyakit hati.
C. Tanda dan Gejala
Menurut FKUI (1985 : 361), Ngastiyah (2005 : 259) dan Markum (1991 : 166) tanda dan gejala dari marasmus adalah :
1. Anak cengeng, rewel, dan tidak bergairah.
2. Diare.
3. Mata besar dan dalam.
4. Akral dingin dan tampak sianosis.
5. Wajah seperti orang tua.
6. Pertumbuhan dan perkembangan terganggu.
7. Terjadi pantat begi karena terjadi atrofi otot.
8. Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang, kulit keriput dan turgor kulit jelek..
9. Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.
10. Nadi lambat dan metabolisme basal menurun.
11. Vena superfisialis tampak lebih jelas.
12. Ubun-ubun besar cekung.
13. Tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol.
14. Anoreksia.
15. Sering bangun malam.
D. Patofisiologi
Pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan manghilangkan lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan prosesn fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan tubuh memerlukan energi, namun tidak didapat sendiri dan cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu, pada marasmus berat kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin. (Ngastiyah, 2005 : 259).
E. Pathway
Sosial ekonomi Malabsorbsi, infeksi Kegagalan melakukan
rendah anoreksia sintetis protein dan kalori
Intake kurang dari kebutuhan
Defisiensi protein dan kalori
Kurang pengetahuan Hilangnya lemak
Dibantalan kulit
daya tahan tubuh Asam amino esensial
Turgor kulit menurun menurun dan produksi
Menurun dan keriput albumin menurun
keadaan umum atrofi/ pengecilan otot
Kerusakan integritas kulit lemah
Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
Resiko infeksi
Resiko infeksi
Saluran pencernaan
Anoreksia, diare
Nutrisi kurang dari kebutuhan pe
(Nanda, 2005-2006 ; Ngastiyah 2005 : 259)
F. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi menurut (Markum : 1999 : 168) defisiensi Vitamin A, infestasi cacing, dermatis tuberkulosis, bronkopneumonia, noma, anemia, gagal tumbuh serta keterlambatan perkembangan mental dan psikomotor.
a. Defisiensi Vitamin A
Umumnya terjadi karena masukan yang kurang atau absorbsi yang terganggu. Malabsorbsi ini dijumpai pada anak yang menderita malnurtrisi, sering terjangkit infeksi enteritis, salmonelosis, infeksi saluran nafas) atau pada penyakit hati. Karena Vitamin A larut dalam lemak, masukan lemak yang kurang dapat menimbulkan gangguan absorbsi.
b. Infestasi Cacing
Gizi kurang mempunyai kecenderungan untuk mudahnya terjadi infeksi khususnya gastroenteritis. Pada anak dengan gizi buruk/kurang gizi investasi parasit seperti cacing yang jumlahnya meningkat pada anak dengan gizi kurang.
c. Tuberkulosis
Ketika terinfeksi pertama kali oleh bakteri tuberkolosis, anak akan membentuk “tuberkolosis primer”. Gambaran yang utama adalah pembesaran kelenjar limfe pada pangkal paru (kelenjar hilus), yang terletak dekat bronkus utama dan pembuluh darah. Jika pembesaran menghebat, penekanan pada bronkus mungkin dapat menyebabkanya tersumbat, sehingga tidak ada udara yang dapat memasuki bagian paru, yang selanjutnya yang terinfeksi. Pada sebagian besar kasus, biasanya menyembuh dan meninggalkan sedikit kekebalan terhadap penyakit ini. Pada anak dengan keadaan umum dan gizi yang jelek, kelenjar dapat memecahkan ke dalam bronkus, menyebarkan infeksi dan mengakibatkan penyakit paru yang luas.
d. Bronkopneumonia
Pada anak yang menderita kekurangan kalori-protein dengan kelemahan otot yang menyeluruh atau menderita poliomeilisis dan kelemahan otot pernapasan. Anak mungkin tidak dapat batuk dengan baik untuk menghilangkan sumbatan pus. Kenyataan ini lebih sering menimbulkan pneumonia, yang mungkin mengenai banyak bagian kecil tersebar di paru (bronkopneumonia).
e. Noma
Penyakit mulut ini merupakan salah satu komplikasi kekurangan kalori-protein berat yang perlu segera ditangani, kerena sifatnya sangat destruktif dan akut. Kerusakan dapat terjadi pada jaringan lunak maupun jaringan tulang sekitar rongga mulut. Gejala yang khas adalah bau busuk yang sangat keras. Luka bermula dengan bintik hitam berbau diselaput mulut. Pada tahap berikutnya bintik ini akan mendestruksi jaringan lunak sekitarnya dan lebih mendalam. Sehingga dari luar akan terlihat lubang kecil dan berbau busuk.
G. Pemeriksaan Penunjang
1.Menurut FKUI (1985:364) pada pemeriksaan laboratorium memperlihatkan :
a. Karena adanya kelainan kimia darah, maka :
1) kadar albumin serum rendah
2) kadar globumin normal atau sedikit tinggi
3) peningkatan fraksi globumin alfa 1 dan globumin gama
4) kadar globumin beta rendah
5) kadar globumin alfa 2 menetap
6) kadar kolesterol serum menurun
7) uji turbiditas timol meninggi
b. Pada biopsi hati ditemukan perlemahan yang kadang-kadang demikian hebatnya sehingga hampir semua sela hati mengandung vakual lemak besar. Sering juga ditemukan tanda fibosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus.
c. Pada hasil outopsi penderita kwashiorkor yang berat menunjukan hampir semua organ mengalami perubahan seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang dan sebagainya.
2. Menurut Markum (1996:167) pada pemeriksaan
a. Laboratorium menunjukan
1) Penurunan badan albumin, kolesterol dan glukosa dalam serum
2) Kadar globumin dapat normal atau meningkat, sehingga perbandingan albumin dan globumin dapat terbalik kurang dari 1.
3) Kadar asam amino esensial dalam plasma relatif lebih rendah daripada asam amino non esensial.
4) Umumnya kadar imunoglubin serum normal atau meningkat.
5) Kadar Ig A serum normal, kadar Ig A sekretori rendah.
6) Uji toleransi glukosa menunjukan gambaran tipe diabetik.
7) Pemeriksaan air kemih menunjukan peningkatan sekresi hidroksiprolin dan adanya aminoasi dunia.
b. Pada biopsi hati ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononuklear. Pada perlemakan berat hampir semua selhati mengandung vakual lemak yang besar.
c. Pemeriksaan outopsi menunjukan kelainan pada hampir semua organ tubuh, seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi virus usus, detrofi sistem limfold dan atrofi kelenjar timus.
d. Pada pemeriksaan otopometri berat badan dibawah 90%, lingkar lengan di bawah 14 cm.
H. PENATALAKSANAAN
Menurut Mansjoer (2000 : 514 – 517) penatalaksanan marasmus adalah :
1. Atasi / cegah hipoglikemia
Periksa gula darah bila ada hipotermia (suhu aksila < 35oC, suhu rektal 35,5oC). Pemberian makanan yang lebih sering penting untuk mencegah kondisi tersebut.
2. Atasi/cegah hipotermia
Bila suhu rektal < 35,5oC
a. Segera beri makanan cair/fomula khusus.
b. Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala.
3. Atasi/cegah dehidrasi
Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati dengan tetesan pelan-pelan untuk mengurangi beban sirkulasi dan jantung.
4. Koreksi gangguan keseimbang elektrolit
Pada marasmus berat terjadi kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar natrium plasma rendah.
a) Tambahkan Kalium dan Magnesium dapat disiapkan dalam bentuk cairan dan ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan pada 1 liter formula.
5. Obati / cegah infeksi dengan pemberian antibiotik
6. Koreksi defisiensi nitrien mikro, yaitu dengan :
Berikan setiap hari :
1). Tambahkan multivitamin.
2). Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama).
3). Seng (Zn) 2 mg/KgBB/hari.
4). Bila berat badan mulai naik berikan Fe (zat besi) 3 mg/KgBB/hari.
5). Vitamin A oral pada hari 1, 2, dan 14.
Umur > 1 tahun : 200 ribu SI (satuan Internasional).
Umur 6-12 bulan : 100 ribu SI (satuan Internasional).
Umur 0-5 bulan : 50 ribu SI (satuan Internasional).
6). Mulai pemberian makan
Pemberian nutrisi harus dimulai segera setelah anak dirawat dan harus dirancang sedemikian rupa sehingga cukup energi dan protein untuk memenuhi metabolisme basal.
I. Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus menurut (Lubis, U.N.http: //www.cermin dunia kedokteran. diperoleh tanggal 4 Juni 2008) dapat dilaksanakan dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi, antara lain :
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 tahun ke atas.
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan.
.4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
MARASMUS
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan & kontak dengan klien tentang : nama perawat, nama klien, panggilan perawat, panggilan klien, tujuan waktu, tempat, pertemuan, dan topik yang akan dibicarakan.
b. Usia dan nomor Rekam Medik.
c. Mahasiswa menuliskan sumber data yang di dapat.
2. Alasan Masuk
a. Tanyakan kepada klien / keluarga yang datang :
b. Apa yang menyebabkan klien / keluarga datang ke rumah sakit ini?
3. Focus pengkajian marasmus menurut Mi Ja Kim adalah :
a. Data Subjektif
1) Rasio berat badan
a) Kehilangan BB dengan asupan makan yang adekuat.
b) BB 20% atau lebih dibawah BB ideal untuk tinggi badan & bentuk tubuh yang normal.
2) Tinggi aktivitas
Berkurangnya aktivitas tampak pada kebanyakan kasus marasmus. Anak tampak lesu dan tidak bergairah & pada anak yang lebih tua terjadi penurunan produktivitas kerja.
3) Masukan atau intake nutrisi
a) Melaporkan asupan makan yang tidak adekuat kurang dari jumlah harian yang dianjurkan.
b) Melaporkan / terlihat kurang makan.
4) Diet
Melaporkan perubahan dalam hal merasakan makanan.
5) Pengetahuan tentang nutrisi
Memperlihatkan / terobservasi kurangnya pengetahuan dalam perilaku peningkatan kesehatan.
b. Data Objektif
1) Data umum
a) Perubahan rambut
Warnanya lebih muda (coklat, kemerah-merahan dan lurus, panjang, halus, mudah lepas bila ditarik).
b) Warna kulit lebih muda
Seluruh tubuh / lebih sering pada muka, mungkin menampakan warna lebih muda daripada warna kulit anak sehat.
c) Tinja encer
Disebabkan gangguan penyerapan makan, terutama gula.
d) Adanya ruam “bercak bersepih”
Noda warna gelap pada kulit, bila terkelupas meninggalkan warna kulit yang sangat muda / bahkan ulkus di bawahnya.
e) Gangguan perkembangan & pertunbuhan
f) Hilangnya lemak di otot & bawah kulit karena makanan kurang mengandung kalori dan protein.
g) Adanya perut yang membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.
h) Adanya anemia yang berat
Kurangnya konsumsi makanan yang mengandung zat besi, asam folat dan berbagai vitamin.
i) Mulut dan gigi
Adanya tanda luka di sudut-sudut mulut.
j) Kaji adanya anoreksia, mual.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun.
4. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan malnutrisi.
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, diit, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
C. Fokus Intervensi
1. Diagnosa : Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang.
NOC : status nutrisi : intake nutrisi dan cairan.
Kriteria hasil :
a Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
b Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
c Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
d Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Skala Nilai :
1 : tidak pernah menunjukkan
2 : jarang menunjukkan
3 : kadang-kadang menunjukkan
4 : sering menunjukkan
5 : selalu menunjukkan
NIC : Nutrition Monitoring
Intervensi :
1. BB pasien dalam batas normal.
2. Monitor adanya penurunan berat badan.
3. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi.
4. Monitor turgor kulit.
5. Monitor kekeringan,rambut kusam dan mudah patah.
6. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
7. Monitor kalori dan intake nutrisi.
2. Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi.
NOC : Tissue Integrity : skin and mucous membranes.
Kriteria hasil :
a. Integritas kulit yang baik bias dipertahankan.
b. Tidak ada luka / lesi pada kulit.
c. Perfusi jaringan baik.
d. Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang.
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan alami.
Skala Nilai :
1 : tidak pernah menunjukkan
2 : jarang menunjukkan
3 : kadang menunjukkan
4 : sering menunjukkan
5 : selalu menunjukkan
NIC : Tissue integrity;skin and mucous.
Intervensi :
1. Monitor kulit akan adanya kemerahan.
2. Oeskan lotion pada derah yang tertekan.
3. Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali.
4. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
3. Diagnosa : Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun
NOC : Risk Control
Kriteria hasil :
a. Kenali faktor resiko infeksi
b. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko.
c. Monitor perubahan status kesehatan.
d. Mendorong gaya hidup status kesehatan (dari status kesehatan yang buruk ke status kesehatan yang baik).
e. Menunjukan perilaku hidup sehat.
Skala Nilai :
1 : tidak pernah dilakukan
2 : jarang dilakukan
3 : kadang dilakukan
4 : sering dilakukan
5 : selalu dilakukan
NIC : Infection Protection
Intervensi :
1. Monitor tanda dan gejala infeksi.
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi.
3. Batasi pengunjung.
4. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan dan panas.
5. Ajarkan cara menghindari infeksi.
6. Instrusikan pasien untuk minum obat antibiotik sesuai resep.
4. Diagnosa : Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan malnutrisi
NOC : Neglect Recorvery
Kriteria hasil :
a. Nutrisi adekuat.
b. Mendapatkan diet yang dianjurkan.
c. Pertumbuhan & perkembangan dalam batas normal.
d. Kemampuan kognitif dalam batas yang sesuai.
e. Mendapat perawatan yang sesuai.
Skala Nilai :
1 : tidak pernah menunjukkan
2 : jarang menunjukkan
3 : kadang menunjukkan
4 : sering menunjukkan
5 : selalu menunjukkan
NIC : Management behavior
Intervensi :
1.Gunakan suara yang lembut dan pelan dalam berbicara dengan pasien.
2. Tingkatkan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuan.
3. Diskusikan dengan keluarga untuk membuat dasar kognitif prainjury.
4. Buat rutinitas untuk pasien.
5. Hindari untuk menyudutkan pasien.
6. Hindari untuk membantah pasien.
5. Diagnosa : Kurang pengetahuan mengenai kondisi, diit, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
NOC : Knowledge : disease process
Kriteria hasil :
a. Menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan.
b. Mampu malaksanakan prosedur yang dijelaskan.
c. Mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat / tim kesehatan lainnya.
Skala Nilai :
1 : tidak pernah dilakukan
2 : jarang dilakukan
3 : kadang dilakukan
4 : sering dilakukan
5 : selalu dilakukan
NIC : Teaching ;Disease Process
Intervensi :
1.Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit.
2. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit.
3. Gambarkan proses penyakitnya.
4. sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara tepat.
5. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
D. Evaluasi
1 Diagnosa : Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang.
Kriteria hasil :
Skala
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
b. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
c. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
d. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
5
5
5
5
2 Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi.
Kriteria hasil :
Skala
a. Integritas kulit yang baik bias dipertahankan.
b. Tidak ada luka / lesi pada kulit.
c. Perfusi jaringan baik.
d. Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang.
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan alami.
5
5
5
5
5
3 Diagnosa : Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun
Kriteria hasil :
Skala
a. Kenali faktor resiko infeksi
b. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko.
c. Monitor perubahan status kesehatan.
d. Mendorong gaya hidup status kesehatan (dari status kesehatan yang buruk ke status kesehatan yang baik).
e. Menunjukan perilaku hidup sehat.
5
5
5
5
5
4 Diagnosa : Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan malnutrisi
Kriteria hasil :
Skala
a. Nutrisi adekuat.
b. Mendapatkan diet yang dianjurkan.
c. Pertumbuhan & perkembangan dalam batas normal.
d. Kemampuan kognitif dalam batas yang sesuai.
e. Mendapat perawatan yang sesuai.
5
5
5
5
5
5 Diagnosa : Kurang pengetahuan mengenai kondisi, diit, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Kriteria hasil :
Skala
a. Menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan.
b. Mampu malaksanakan prosedur yang dijelaskan.
c. Mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat / tim kesehatan lainnya.
5
5
5
BAB IV
PENUTUP
Marasmus adalah salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering ditemui pada balita terutama di daerah perkotaan. Penyebabnya merupakan multifaktorial antara lain masukan makanan yang kurang, faktor penyakit dan faktor lingkungan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan untuk menentukan penyebab perlu anamnesis makanan dan penyakit yang lalu.
Pencegahan terhadap marasmus ditujukan pada penyebab dan memerlukan pelayanan kesehatan dan penyuluhan yang baik. Pengobatan marasmus ialah pemberian diet, tinggi kalori dan tinggi protein, dan penatalaksanaan di rumah sakit dibagi atas tahap awal, tahap penyesuaian, dan rehabilitasi.Kian banyaknya temuan kasus gizi buruk, baik kwashiorkor, maramus maupun marasmus kwashiorkor menunjukkan bahwa persoalan gizi di Indonesia belum dapat menorehkan tinta emas. Revitalisasi posyandu dan sosialisasi akan kesadaran gizi masyarakat tampaknya perlu terus digaungkan agar penapisan terhadap status gizi dapat berlangsung lebih dini. (http://dokterfoto.com/2008/04/06/marasmus)
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, R. E. 1999. Ilmu Kesehatan Anak:Nelson, Edisi 15, vol 1. Jakarta:EGC
Johnson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby
Lubis, N. U. 2002. Penatalaksanaan Busung Lapar Pada Balita. http://www.cermin dunia kedokteran.com. diperoleh tanggal 4 Juni 2008
Mansjoer,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: Media Aescullapius.
Markum, A, H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1. Jakarta : FKUI.
McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby
NANDA .2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi & Klasifikasi, Alih Bahasa: Budi Santoso. Prima Medika
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi . Jakarta : EGC
No Name. 2008. Marasmus. http://www.dokterfoto.com. diperoleh tanggal 4 Juni 2008
Staf pengajar ilmu keperawatan anak. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar