Minggu, 24 Mei 2009

KONSEP DASAR
FRAKTUR FEMUR

FRAKTUR
A. PENGERTIAN FRAKTUR
1. Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. (Apley, A. Graham, alih bahasa Edi Nugroho, 1995: 338).
2. Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh benturan tubuh, jatuh atau kecelakaan (Long, B. C., alih bahasa Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, 1996: 356).
3. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, A. et al, 2000: 346).
4. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang ditentukan sesuai tipe dan tempatnya (Sapto Harnowo & Fitri H. Susanto, alih bahasa Monika Ester, 2001: 97).
5. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer and Bare, 2001).
6. Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. (Doengoes, 2000).

B. ETIOLOGI FRAKTUR
Menurut Apley, A.Graham, alih bahasa Edi Nugroho, 1995 : 238-239 fraktur dapat terjadi akibat :
Fraktur akibat peristiwa trauma
Fraktur yang disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau penarikan.
a. Bila terkena kekuatan langsung.
Tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunak rusak.
b. Bila terkena kekuatan tak langsung
Tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena itu, kerusakan jaringan lunak pada fraktur mungkin tidak ada.
Fraktur kelelahan atau tekanan
Akibat dari tekanan yang berulang-ulang sehingga dapat menyebabkan retak yang terjadi pada tulang.
Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh.
Penyebab fraktur menurut Sjamsuhidayat (1998) adalah:
1. Ruda paksa
2. Trauma
3. Proses patologis
Misalnya: tumor, infeksi atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan kekuatantulang yang berkurang dandisebut patah tulang patologis.
4. Beban lama atau trauma ringan yang terus menerus yang disebut fraktur

C. KLASIFIKASI FRAKTUR
Menurut Mansjoer (2000 : 346-347) dan menurut Appley Solomon (1995 : 238-239) fraktur diklasifikasikan menjadi :
Berdasarkan garis patah tulang
a. Greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok.
b. Transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang.
c. Spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang.
d. Obliq, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi tulang.
Berdasarkan bentuk patah tulang
a. Complet, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan fragmen tulang biasanya tergeser.
b. Incomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang.
c. Fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan tulang lain.
d. Avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligamen.
e. Communited (Segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian.
f. Simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh.
g. Fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat yang patah.
h. Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal.
i. Fraktur Complikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang terlihat.
Berdasarkan keadaan luka
a. Fraktur terbuka
Fraktur yang terjadi akibat ligamen tulang bergeser ke bagian otot dan kulit sehingga adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat yaitu:
1) Derajat I, yaitu luka tembus dengan diameter 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit dan kontaminasi minimal.
2) Derajat II, terdapat luka laserasi lebih dari 1 cm, tanpa disertai kerusakan jaringan lunak yang lebih luas, kontaminasi minimal.
3) Derajat III, terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas tiga bagian yaitu:
a) Jaringan lunak menutupi fraktur tulang meskipun terdapat laserasi luar.
b) Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi massif.
c) Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

b. Fraktur tertutup
Yaitu fraktur yang tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Berdasarkan bentuk pergeseran
a. Undisplaced, garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
b. Diaplaced, yaitu terjadi pergeseran fragmen-fragmen tulang.
Berdasarkan posisinya
a. 1/3 Proximal (1/3 bagian atas).
b. 1/3 Medial (1/3 bagian tengah).
c. 1/3 Distal (1/3 bagian bawah).

D. PATOFISIOLOGI FRAKTUR
Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang mempunyai keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur yang terjadi dapat berupa fraktur tertutup ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak disekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jarigan lunak seperti otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah.
Tekanan yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka dan akan menyebabkan peradangan dan memungkinkan untuk terjadinya infeksi.
Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada tulang, sebab tulang berada pada posisi yang kaku.





Patofisiologi menurut Black dan Jacob’s (1993)

Peristiwa trauma tunggal


Tekanan yang berulang-ulang


Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologi)


Fraktur


Kerusakan periosteum, pembuluh darah dan sum-sum tulang


Perdarahan pada ujung tulang yang fraktur


Merangsang respon peradangan akut dan proliferasi sel-sel dibawah periosteum


Hematom yang membeku perlahan diabsorbsi dan kapiler baru berkembang


Awal proses penyembuhan




E. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Blach (1989) manifestasi klinik fraktur adalah :
Nyeri
Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen tulang tidak bisa digerakkan.
Gangguan fungsi
Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut saling berdekatan.
Deformitas/kelainan bentuk
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang diketahui ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.
Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur.
Krepitasi
Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur digerakkan.
Bengkak dan perubahan warna
Hal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

F. PENCEGAHAN FRAKTUR
Menurut Long, B.C. (1996 : 356) pencegahan fraktur dapat dengan 3 pendekatan:
Dengan membuat lingkungan lebih aman.
Langkah-langkahnya:
a. Adanya pegangan pada dinding dekat bak mandi (bathtub).
b. Melengkapi kamar mandi dengan pegangan.
c. Menjauhkan kesed dan kendala lain dari daerah yang dialui pasien dengan masalah locomotor.
d. Roda-roda kursi beruda harus dilengkapi rem.
e. Mengajarkan kepada pasien yang harus memakai alat bantu ambulatori dan kursi beroda sehingga terampil.
Mengajarkan kepada masyarakat secara berkesinambungan mengenai:
a. Bahaya minum sambil mengemudi.
b. Pemakaian sabuk pengaman.
c. Harus berhati-hati pada waktu mendaki tangga, melaksanakan kegiatan dengan mengeluarkan tenaga atau alat berat.
d. Mengunakan pakaian pengaman untuk pekerjaan berbahaya baik di rumah atau di tempat pekerjaan.
e. Menggunakan pakaian pelindung pada saat berolah raga.
Mengajarkan kepada para wanita mengenai masalah osteoporosis.

G. PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR
Untuk penyembuhan fraktur diperlukan immobilisasi. Imobilisasi dilaksanakan dengan cara (Syamsu Hidayat : 1997) :
Pembidaian Physiologik
Pembidaian semacam ini terjadi secara alami karena menjaga pemakaian dan spasmus otot karena rasa sakit pada waktu digerakkan.
Pembidaian secara orthopedi eksternal
Ini digunakan dengan gips dan traksi.
Fiksasi internal
Pada metode ini, kedua ujung tulang yang patah dikembalikan kepada posisi asalnya dan difiksasi dengan pelat dan skrup atau diikat dengan kawat.

Setelah immobilisasi dilaksanakan, tulang akan beradaptasi pada kondisi tersebut, yaitu mengalami proses penyembuhan dan perbaikan tulang. Faktor tersebut dapat diperbaiki tetapi prosesnya agak lambat, karena melibatkan pembentukan tulang baru. Proses tersebut terjadi empat tahap yaitu:
Pembentukan prokallus/Hematoma
Hematoma akan terbentuk pada 42 jam sampai 72 jam pertama pada daerah fraktur yang disebabkan karena adanya perdarahan yang terkumpul di sekitar fraktur yaitu darah dan eksudat, kemudian akan diserbu oleh kapiler dan sel darah putih terutama netrofil, kemudian diikat oleh makrofag, sehingga akan terbentuk jaringan granulasi. Pada saat ini masuk juga fibroblast dan osteoblast yang berasal dari lapisan dalam periosteum dan endosteum.
Pembentukkan Kallus
Selama 4 – 5 hari osteoblas menyusun trabekula di sekitar ruang-ruangan yang kelak menjadi saluran harvest. Jaringan itulah yang dinamakan kallus yang berfungsi sebagai bidai yang terbentuk pada akhir minggu kedua.
Osifikasi
Dimulai pada dua sampai tiga meinggu setelah fraktur jaringan kallus akhirnya akan diendapi oleh garam-garam mineral dan akan terbentuk tulang yang akan menghubungkan kedua sisi yang patah.
Kallus Formation
a. Osteoblast terus membuat jala untuk membangun tulang.
b. Osteoblast merusakkan tulang mati dan membantu mensintesa tulang baru.
c. Collagen menjadi kuat dan terus menyatu dengan deposit kalsium.
Remodeling
Callus yang berlebihan diabsorbsi dan tulang trabecular terbentuk pada garis cedera.
Faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan callus:
Penyambungan yang lambat
Bila patah tulang tidak sembuh dalam periode penyembuhan.
Penyebab:
1) Callus putus atau remuk karena aktifitas berlebihan.
2) Edema pada lokasi fraktur, menahan penyaluran nutrisi ke lokasi.
3) Immobilisasi yang tidak efisien.
4) Infeksi terjadi pada lokasi.
5) Kondisi gizi pasien buruk.
Non union
Penyembuhan tulang tidak terjadi walaupun telah memakan waktu lama. Penyebab antara lain :
1) Terlalu banyak tulang yang rusak pada cedera sehingga tidak ada yang menjembatani fragmen.
2) Terjadi nekrosa tulang karena tidak ada aliran darah.
3) Anemi endoceime imbalance (ketidakseimbangan endokrim atau penyebab sitemik yang lain).
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan tulang yaitu:
Faktor lokal
a. Sifat luka atau berat utama
Derajat pembentukan formasi selama penyembuhan.
b. Jumlah tulang yang hilang
c. Tipe tulang yang cedera
d. Derajat imobilisasi yang terkena
e. Infeksi lokal yang dapat memperlambat penyembuhan.
f. Nekrosis tulang yang menghalangi aliran darah ke daerah fraktur.
Faktor klien
a. Usia klien
b. Pengobatan yang sedang dijalani.
c. Sistem sirkulasi.
d. Gizi
e. Riwayat penyakit.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ada beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan pada klien dengan kasus fraktur (Doengoes, M. E., 2000: 762) yaitu:
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap untuk mendeteksi kadar leukosit pada klien, karena pada klien dengan luka terbuka resiko tinggi terjadi peningkatan kadar leukosit, hematokrit kemungkinan meningkat atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada grauma multiple, kreatinin dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kelainan ginjal.
Pemeriksaan Radiologi
Tampak jelas pada pemeriksaan rongent terlihat lokasi dan luas fraktur. Skan tulang, tomogram, skan CT/MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

I. KOMPLIKASI FRAKTUR
Menurut Long, B.C. (1996) komplikasi fraktur adalah :
Sindrom Kompartemen
Terjadi bila pembengkakan akibat fraktur atau tekanan dalam suatu ruang yang dibatasi oleh kompartemen atau inflamasi yang mengakibatkan peningkatan dari dalam. Gejala utama dari sindrom kompartemen adalah rasa sakit yang bertambah parah terutama pada pergerakan pasif dan nyeri tersebut tidak hilang oleh narkotik. Tanda lain adalah terjadinya paralysis, dan berkurangnnya denyut nadi.
Kerusakan Saraf
Terjadi karena cidera kerusakan saraf itu sendiri atau karena adanya penekanan oleh gips. Kerusakan saraf ini akan menyebabkan kerusakan fungsi sensorik.
Iskemik
Dengan adanya oedem akibat fraktur akan menekan pada jaringan sekitarnya termasuk vaskuler. Tekanan ini dapat menyebabkan sirkulasi darah berkurang dengan demikian akan menimbulkan iskemik pada jaringan otot yang makin lama akan mengakibatkan kematian jaringan otot yang akan diganti oleh jaringan fibrotik sehingga terjadi kontraktur.
Gejalanya: dingin, pucat, sianosis, nyeri, bengkak distal dari cedera atau gips. Serangannya pada saat terjadi cedera atau setelah pakai gips.
Emboli
Perubahan tekanan pada fraktur menyebabkan molekul lemak terdorong dari sum-sum ke dalam peredaran darah sistemik berakibat gangguan pada respiratori dan sistem saraf pusat.
Gejalanya : sakit dada, pucat, dyspnea, putus asa, bingung, perdarahan petechieare pada kulit dan conjungtiva.
Serangan : 2-3 hari setelah cedera.
Pengobatan : Tindakan yang menunjang yakni sikap fowler, pemberian oksigen, transfusi darah untuk mengatasi shock hipovolemik, berikan diuretik, bronkhodilator, cortico- steroid dan imobilisasi yang baik serta penanganan yang cermat dapat mencegah terulangnya masalah.
Nekrosis Avaskuler
Nekrosis terjadi ketika daerah tulang rusuk karena kematian tulang sehingga aliran darah terganggu dan tulang akan mengalami osteoporosis dan nekrosis.
Osteomyelitis
Kuman masuk ke dalam luka atau dari daerah lain dari tubuh. Infeksi bagian sum-sum saluran havar dan subperiosteal yang berakibat merusak tulang oleh enzim proteolitik.
Gejala : Edema, nyeri terdapat pus.
Pengobatan : Kultur dan tes sensitif antibiotik, drainage, debridemen.
Pencegahan : Terapkan teknik aseptis pada waktu membalut luka terbuka.



FRAKTUR FEMUR
A. PENGERTIAN
Adalah fraktur pada tulang yang biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Patah pada bagian ini dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok. (Reksoprodjo, 1998).

B. KLASIFIKASI
Menurut Schrok (1997: 458) ada 3 klasifikasi fraktur femur antaralain:
a. Fraktur femur 1/3 proximal
b. Fraktur femur 1/3 medial
c. Fraktur femur 1/3 distal

C. MEKANISME CEDERA
Daerah tulang-tulang ini sering mengalami patah. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang 1/3 tengah. Biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota-kota besar atau jatuh dari ketinggian. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.
Fraktur femur amat sering ditemukan pada anak-anak yang lebih tua dan biasanya akibat benturan langsung (misalnya; kecelakaan lalu lintas) atau jatuh dari tempat tinggi. Tetapi pada anak-anak yang berumur di bawah 2 tahun. Penyebabnya yang paling lazim adalah penyiksaan pada anak (Anderson,1982) kalau terdapat beberapa fraktur dalam stadium penyembuhan yang berbeda.

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut http://www.google.com.
Bagian paha yang patah lebih pendek dan lebih besar dibanding dengan normal serta fragmen distal dalam posisi eksorotasi dan aduksi karena empat penyebab :
1. Tanpa stabilitas longitudinal femur,otot yang melekat pada fragmen atas dan bawah berkontraksi dan paha memendek, yang menyebabkan bagian paha yang patah membengkak.
2. Aduktor melekat pada fragmen distal dan abduktor pada fragmen atas. Fraktur memisahkan dua kelompok otot tersebut, yang selanjutnya bekerja tanpa ada aksi antagonis.
3. Beban beratkaki memutarkan fragmen distal ke rotasi eksterna
4. Femur dikelilingi oleh otot yang mengalami laserasi oleh ujung tulang fraktur yang tajam dan paha terisi dengan darah sehingga terjadi pembengkakan.

E. KOMPLIKASI
Menurut http://www.google.com.
1. Peradarahan, dapat menimbulkan kolaps kardiovaskuler.
2. Infeksi, terutama jika luka terkontaminasi dandebridement tidak memadai
3. Non-union, lazim terjadi pada fraktur pertengahan batang femur, trauma kecepatan tinggi dan fraktur dengan interposisi jaringan lunak diantara fragmen. Fraktur yang tidak menyatu memerlukan bone grafting dan fiksasi interna.
4. Malunion, disebabkan oleh abduktor dan aduktor yang bekerja tanpa aksi antagonis pada fragmen atas untuk abduktor dan fragmen distal untuk aduktor. Deformitas harus diakibatkan oleh kombinasi gaya ini.
5. Trauma arteri dan saraf jarang tetapi mungkin terjadi

F. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Fraktur femur
Penatalaksanaan fraktur femur ini mengalami banyak perubahan dalam waktu sepuluh tahun terakhir ini. Traksi dan spicacasting atau cast bracing mempunyai banyak kerugian dalam hal memerlukan masa berbaring dan rehabilitasi yang lama, meskipun merupakan penatalaksanaan non-invasif pilihan untuk anak-anak. Oleh karena itu tindakan ini tidak banyak dilakukan pada orang dewasa.
Bila penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat diimobilisasi dengan salah satu dari cara-cara berikut :
a. Traksi
Comminuted fracture dan fraktur yang baik tidak sesuai untuk intramedullary nailing paling baik diatasi dengan manipulasi di bawah anestesi dan balanced sliding skeletal traction yang dipasang melaluitibial pin.
Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spame otot dan mencegah pemendekan dan fragmen harus ditopang di posterior untuk mencegah pelengkungan.
b. Fiksasi Interna
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologis memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi diantara ujung tulang karena hal ini hampir selalu menyebabkan non-union. Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderitadapat diimobilisasikan cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliputi anestesi, trauma bedah tambahan danrisiko infeksi.
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengantrauma yang minimal, tetapi paling sesuai untul fraktur transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling baik dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankanpanjang dan rotasi.
c. Fiksasi Eksterna
Bila fraktur yang dirawat dengantraksi stabildan massa kalus terlihat pada pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi yang rigid juga cocok untuktindakan ini.
2. Perawatan Klien Fraktur
a. Perawatan klien dengan fraktur tertutup
Klien dengan fraktur tertutup harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan pengembalian kekuatan penuh dan mobilitas mungkin memerlukan waktu sampai berbulan-bulan. Klien diajari bagaimana mengontrol.
Pembengkakan dan nyeri sehubungan dengan fraktur dan trauma jaringan lunak. Mereka didorong untuk aktif dalam batas imobilisasi fraktur. Tirah baring diusahakan seminimal mungkin. Latihan segera dimulai untuk mempertahankan kesehatan otot yang sehat, dan untuk meningkatkan kekuatan otot yang dibutuhkan untuk pemindahan, menggunakan alat bantu (misalnya: tongkat, walker).
Klien diajari mengenai bagaimana menggunakan alat tersebut dengan aman. Perencanaan dilakukan untuk membantu klien menyesuaikan lingkungan rumahnya sesuai kebutuhan dan bantuan keamanan pribadi, bila perlu. Pengajaran klien meliputi perawatan diri, informasi obat-obatan.
b. Perawatan klien fraktur terbuka
Pada fraktur terbuka (yang berhubungan dengan luka terbuka memanjang sampai permukaan kulit dan ke daerah cedera tulang) terdapat resiko infeksi seperti: osteomielitis, gas gangren, dan tetanus. Tujuan penanganan adalah meminimalkan kemungkinan infeksi luka, jaringan lunak dan tulang untuk mempercepat penyembuhan jaringan lunak dan tulang.
Luka dibersihkan, didebridemen (benda asing dan jaringan mati diangkat), dan diirigasi. Dilakukan usapan luka untuk biakan dan kepekaan. Mungkin perlu dilakukan grapt tulang untuk menjembatani defek, namun harus yakin bahwa jaringan resipien masih sehat dan mampu memfasilitasi penyatuan.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doegoes,dkk (1999) pemeriksaan penunjang pada kasus fraktur
Scan tulang, tomogram, magnetic resonance imaging (MRI) memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
Arteriogram, dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler
Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranafusi multiple atau cairan hati.




















ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN FRAKTUR FEMUR


A. PENGKAJIAN
1. Wawancara
1. Nyeri
2. Lemah, tidak dapat melakukan kegiatan
3. Apakah pernah mengalami trauma
4. Kebiasaan makan makanan tinggi kalsium
5. Hilangnya gerakan/sensasi
6. Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
2. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi,dan auskultasi
1. Aktivitas/Istirahat
Tanda: Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena.
2. Sirkulasi
Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri), Takikardia (respon stress, hipovilemia), penurunan tidak ada nadi pada bagian distal yang terkena, pengisian kapiler yang lambat, pucat, pembengkakan jaringan atau massa hematom pada sisi cedera.
3. Neirosensori
Tanda: Hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kesemutan, (parestesia)
Gejala: Deformitas lokal; angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, (bunyi berderik), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi.
4. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi, tidak ada nyeri akibat kerusakan syaraf, spasme/kram otot 9setelah mobilisasi).
5. Keamanan
Tanda: Laserasi kulit, avulse jaringan, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan lokal (dapat meningkat bertahap/secara tiba-tiba)
3. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doengoes, M.E (2000)
1. Pemeriksaan Rontgen
Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
2. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI
Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram
Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Hitung darah lengkap
Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ pada trauma multiple). Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma.
5. Kreatinin
Trauma pada otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil Koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple atau cedera hati.









B. PATHWAY KEPERAWATAN
TRAUMA

Fraktur terbuka/tertutup

Gerakan Kerusakan Kehilangan
ligamen tulang jaringan tubuh Integritas kulit
Nyeri
Resiko Tinggi terhadap trauma
Pembedahan
Cemas
Defisit Pengetahuan Pemasangan ORIF
Perdarahan Masif

Insisi Jaringan Peningkatan tekan berlebihan

Resiko Tinggi Infeksi Katekolamin merangsang
Pembebasan asam lemak

Lemak dilepaskan Trombus terbawa Sindrom kompartemen
di tulang aliran darah (pucat, nyeri, patirasa)

Masuk Pembuluh darah Penurunan Aliran
Paru darah
Kerusakan neurovaskuler
Resiko Tinggi kerusakan intergitas kulit
Resiko tinggi disfungsi neuro vaskuler Reversible setelah 4-6 jam
Imobilisasi Fisik

Defisit perawatan diri
Resiko Tinggi kerusakan intergitas kulit
Gangguan Pemenuhan ADL: Personal Higiene


Menurut Doengoes, dkk (1999 : 761), Carpenito (2000 : 45), Black dan Jacob’s (1993)
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur.
2. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah.
3. Resiko tinggi terhadap disfungi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah (cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus)
4. Cemas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan operasi
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi mengenai pengobatan.
Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2. resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan (prosedur invasif).
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (nyeri)
4. resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik

D. INTERVENSI
Pre Operasi
1. DX I
Nyeri akut b.d. spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau hilang.
NOC:
a. NOC 1: Level Nyeri
Kriteria Hasil:
1. Laporkan frekuensi nyeri
2. Kaji frekuensi nyeri
3. Lamanya nyeri berlangsung
4. Ekspresi wajah terhadap nyeri
5. Kegelisahan
6. Perubahan TTV
b. NOC 2: Kontrol Nyeri
Kriteria Hasil:
1. Mengenal faktor penyebab
2. Gunakan tindakan pencegahan
3. Gunakan tindakan non analgetik
4. Gunakan analgetik yang tepat
Ket Skala:
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
NIC: Manajemen Nyeri
1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi, intensitas, dan faktor penyebab.
2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika tidak dapat berkomunikasi secara efektif.
3) Berikan analgetik dengan tepat.
4) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berakhir dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery,terapi musik,distraksi)

2. DX II
Resiko tinggi trauma b.d. kehilangan integritas tulang (fraktur)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi trauma.
NOC: Risk Control
Kriteria Hasil:
1. Memonitor faktor resiko lingkungan
2. Memonitor faktor resiko perilaku pasien
3. Menggunakan pelayanan kesehatan kongruen dengan kebutuhan
4. Memonitor perubahan status kesehatan
5. Partisipasi dalam perawatan untuk identifikasiresiko
Ket Skala:
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
NIC: Enviromental Manaement: Safety
1) Identifikasi keamanan yang dibutuhkan pasien, pada tingkat fungsi fisik dan kognitif dan perilaku yang lalu
2) Identifikasi keselamatan pasien terhadap bahaya dalam lingkungan (fisik, biologi, kimia)
3) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan resiko bahaya.
4) Monitor perubahan lingkungan dalam kondisi keamanan dan keselamatan pasien.

3. DX III
Resiko disfungsi neurovaskuler b.d. penurunan aliran darah
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan neurovaskuler perifer berfungsi kembali.
NOC: Circulation Status
Kriteria Hasil:
a. Nadi normal
b. Tekanan vena sentral normal
c. Perbedaan arteriol-venous oksigen normal
d. Peripheral pulse kuat
e. Tidak terjadi cedera peripheral
f. Tidak terjadi kelemahan yang berlebihan
Ket Skala:
1 = Sangat kompromi
2 = Kompromi baik
3 = Cukup Kompromi
4 = Jarang Kompromi
5 = Tidak Kompromi
NIC:
1. NIC 1: Exercise Therapy
1) Tentukan batasan pergerakan sendi dan efek dari fungsi
2) Monitor lokasi ketidaknyamanan selama pergerakan
3) Dukung ambulasi
2. NIC 2: Circulatory Care
1) Evaluasi terhadap edema dan nadi
2) Inspeksi kulit terhadap ulser
3) Dukung pasien untuk latihan sesuai toleransi
4) Kajiderajat ketidaknyamanan/nyeri
5) Turunkan ekstremitas untuk memperbaiki sirkulasi arterial

4. DX IV
Resiko Kerusakan integritas kulit b.d. imobilisasi fisik
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dan keluarga tidak mengalami kecemasan.
NOC: Control Cemas
Kriteria Hasil:
1. Monitor Intensitas kecemasan
2. Menurunkanstimulasi lingkungan ketika cemas
3. Menggunakan strategi koping efektif
4. Mencari informasi untuk menurunkan cemas
5. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan cemas
Ket Skala:
1 = Tidak pernah dilakukan
2 = Jarang dilakukan
3 = Kadang dilakukan
4 = Sering dilakukan
5 = Selalu dilakukan
NIC: Penurunan Kecemasan
1) Tenangkan Klien
2) Jelaskan seluruh prosedur tindakan kepada klien dan perasaan yang mungkin muncul pada saat melakukan tindakan
3) Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis, dan tindakan.
4) Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkan rasa sakit.
5) Instruksikan pasien untuk menggunakan metode/ teknik relaksasi.

5. DX V
Kurang pengetahuan b.d. keterbatasan informasi mengenai pengobatan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan pasien dan keluarga bertambah.
NOC: Pengetahuan: proses penyakit.
Kriteria Hasil:
a. Mengenal tentang penyakit
b. Menjelaskan proses penyakit
c. Menjelaskan penyebab/faktor yang berhubungan
d. Menjelaskan faktor resiko
e. Menjelaskan komplikasi dari penyakit
f. Menjelaskan tanda dan gejala dari penyakit
Ket Skala:
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
NIC:
a. NIC 1: Health Care Information exchange
1) Identifikasi pemberi pelayanan keperawatan yang lain
2) Identifikasi kemampuan pasien dan keluarga dalam mengimplementasikan keperawatan setelah penjelasan
3) Jelaskan peran keluarga dalam perawatan yang berkesinambungan
4) Jelaskan program perawatan medik meliputi; diet, pengobatan, dan latihan.
5) Jelaskan rencana tindakan keperawatan sebelum mengimplementasikan
b. NIC 2: Health Education
1) Jelaskan faktor internal dan eksternal yang dapat menambah atau mengurangi dalam perilaku kesehatan.
2) Jelaskan pengaruh kesehatan danperilaku gaya hidup individu,keluarga/lingkungan.
3) Identifikasi lingkungan yang dibutuhkan dalam program perawatan.
4) Anjurkan pemberian dukungan dari keluarga dan keluarga untuk membuat perilaku kondusif.

Post Operasi
1. DX I
Nyeri akut b.d. agen cidera fisik
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau hilang.
NOC:
a. NOC 1: Level Nyeri
Kriteria Hasil:
1. Laporkan frekuensi nyeri
2. Kaji frekuensi nyeri
3. Lamanya nyeri berlangsung
4. Ekspresi wajah terhadap nyeri
5. Kegelisahan
6. Perubahan TTV
b. NOC 2: Kontrol Nyeri
Kriteria Hasil:
1. Mengenal faktor penyebab
2. Gunakan tindakan pencegahan
3. Gunakan tindakan non analgetik
4. Gunakan analgetik yang tepat
Ket Skala:
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
NIC: Manajemen Nyeri
1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi, intensitas, dan faktor penyebab.
2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika tidak dapat berkomunikasi secara efektif.
3) Berikan analgetik dengan tepat.
4) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berakhir dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery,terapi musik,distraksi)

2. DX II
Resiko tinggi infeksi b.d. trauma jaringan (prosedur invasif)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksitidak terjadi.
NOC:
a. NOC 1: Deteksi Infeksi
Kriteria Hasil:
1. Mengukur tanda dan gejala yang mengindikasikan infeksi
2. Berpartisipasi dalam perawatan kesehatan
3. Mampu mengidentifikasi potensial resiko
b. NOC 2: Pengendalian Infeksi
Kriteria Hasil:
1. Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi
2. Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan
3. Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi
4. Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko
5. Penggunaan pelayanan kesehatan yang sesuai
Ket Skala:
1 = Selalu
2 = Sering
3 = Kadang
4 = Jarang
5 = Tidak pernah
NIC: Teaching diases proses
1) Deskripsikan proses penyakit dengan tepat
2) Sediakan informasi tentang kondisi pasien
3) Diskusikan perawatan yang akan dilakukan
4) Gambaran tanda dan gejala penyakit
5) Instruksikan pasien untuk melaporkan kepada perawat untuk melaporkan tentang tanda dan gejala yang dirasakan.

3. DX III
Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan meurovaskuler (nyeri)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat meningkatkan mobilisasi pada tingkat yang paling tinggi
NOC: Mobility level
Kriteria Hasil:
a. Keseimbangan penampilan
b. Memposisikan tubuh
c. Gerakan otot
d. Gerakan sendi
e. Ambulansi jalan
f. Ambulansi kursi roda
Ket Skala:
1 = Dibantu total
2 = Memerlukan bantuan orang lain dan alat
3 = Memerlukan orang lain
4 = Dapat melakukan sendiri dengan bantuan alat
5 = Mandiri
NIC: Exercise Therapy: Ambulation
1) Bantu pasien untuk menggunakan fasilitas alat bantu jalan dan cegah kecelakaan atau jatuh
2) Tempatkan tempat tidur pada posisi yang mudah dijangkau/diraih pasien.
3) Konsultasikan dengan fisioterapi tentang rencana ambulansi sesuai kebutuhan
4) Monitor pasien dalam menggunakan alatbantujalan yang lain
5) Instruksikan pasien/pemberi pelayanan ambulansi tentang teknik ambulansi.

4. DX IV
Resiko kerusakan integritas kulit b.d. imobilisasi fisik.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan integritas kulit tidak terjadi.
NOC: Integritas Jaringan: kulit dan membran mukosa

Kriteria Hasil:
a. Sensasi normal
b. Elastisitas normal
c. Warna
d. Tekstur
e. Jaringan bebas lesi
f. Adanya pertumbuhan rambut dikulit
g. Kulit utuh
Ket Skala:
1 = Kompromi luar biasa
2 = Kompromi baik
3 = Kompromi kadang-kadang
4 = Jarang kompromi
5 = Tidak pernah kompromi
NIC: Skin Surveilance
1) Observation ekstremitas oedema, ulserasi, kelembaban
2) Monitor warna kulit
3) Monitor temperatur kulit
4) Inspeksi kulit dan membran mukosa
5) Inspeksi kondisi insisi bedah
6) Monitor kulit pada daerah kerusakan dan kemerahan
7) Monitor infeksi dan oedema

E. EVALUASI
Pre Operasi
DX
Kriteria Hasil
Ket Skala
I
NOC 1: Level Nyeri
a. Laporkan frekuensi nyeri
b. Kaji frekuensi nyeri
c. Lamanya nyeri berlangsung
d. Ekspresi wajah terhadap nyeri
e. Kegelisahan
f. Perubahan TTV
NOC 2: Kontrol Nyeri
1. Mengenal faktor penyebab
2. Gunakan tindakan pencegahan
3. Gunakan tindakan non analgetik
4. Gunakan analgetik yang tepat
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan

II
a. Memonitor faktor resiko lingkungan
b. Memonitor faktor resiko perilaku pasien
c. Menggunakan pelayanan kesehatan kongruen dengan kebutuhan
d. Memonitor perubahan status kesehatan
e. Partisipasi dalam perawatan untuk identifikasiresiko

1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan

III
a. Nadi normal
b. Tekanan vena sentral normal
c. Perbedaan arteriol-venous oksigen normal
d. Peripheral pulse kuat
e. Tidak terjadi cedera peripheral
f. Tidak terjadi kelemahan yang berlebihan
1 = Sangat kompromi
2 = Kompromi baik
3 = Cukup Kompromi
4 = Jarang Kompromi
5 = Tidak Kompromi

IV
a. Monitor Intensitas kecemasan
b. Menurunkanstimulasi lingkungan ketika cemas
c. Menggunakan strategi koping efektif
d. Mencari informasi untuk menurunkan cemas
e. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan cemas
1 = Tidak pernah dilakukan
2 = Jarang dilakukan
3 = Kadang dilakukan
4 = Sering dilakukan
5 = Selalu dilakukan

V
a. Mengenal tentang penyakit
b. Menjelaskan proses penyakit
c. Menjelaskan penyebab/faktor yang berhubungan
d. Menjelaskan faktor resiko
e. Menjelaskan komplikasi dari penyakit
f. Menjelaskan tanda dan gejala dari penyakit
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan


Post Operasi
DX
Kriteria Hasil
Ket Skala
I
NOC 1: Level Nyeri
a. Laporkan frekuensi nyeri
b. Kaji frekuensi nyeri
c. Lamanya nyeri berlangsung
d. Ekspresi wajah terhadap nyeri
e. Kegelisahan
f. Perubahan TTV

NOC 2: Kontrol Nyeri
a. Mengenal faktor penyebab
b. Gunakan tindakan pencegahan
c. Gunakan tindakan non analgetik
d. Gunakan analgetik yang tepat
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan

II
NOC 1: Deteksi Infeksi
a. Mengukur tanda dan gejala yang mengindikasikan infeksi
b. Berpartisipasi dalam perawatan kesehatan
c. Mampu mengidentifikasi potensial resiko
NOC 2: Pengendalian Infeksi
a. Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi
b. Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan
c. Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi
d. Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko
e. Penggunaan pelayanan kesehatan yang sesuai

1 = Selalu
2 = Sering
3 = Kadang
4 = Jarang
5 = Tidak pernah

III
a. Keseimbangan penampilan
b. Memposisikan tubuh
c. Gerakan otot
d. Gerakan sendi
e. Ambulansi jalan
f. Ambulansi kursi roda
1 = Dibantu total
2 = Bantuan orang lain dan alat
3 = Memerlukan orang lain
4 = Dengan bantuan alat
5 = Mandiri

IV
a. Sensasi normal
b. Elastisitas normal
c. Warna
d. Tekstur
e. Jaringan bebas lesi
f. Adanya pertumbuhan rambut dikulit
g. Kulit utuh

1 = Kompromi luar biasa
2 = Kompromi baik
3 = Kompromi kadang-kadang
4 = Jarang kompromi
5 = Tidak pernah kompromi

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A.C & Solomon, L. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan fraktur Sistem Apley, ed 7. Jakarta: Widya Medika.

Capernito, Linda Juall. 1993. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, ed 6. Jakarta: EGC.

Doengoes, M.E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ed 3. Jakarta: EGC.

Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, vol 2. Jakarta: EGC.

Harnowo, S. 2001. Keperawatan Medikal Bedah untuk Akademi Keperawatan. Jakarta: Widya Medika.

Hidayat, Aziz.A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Long, B.C. 1988. Perawatan Medikal Bedah Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung: Yayasan IAPK Padjajaran.

Price, S A & Wilson, L M. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, jilid 2. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ed 3, jilid 2. Jakarta: Aesculapius.

http://www.google.com. Diakses tanggal 1 Juni 2008. Fraktur Femur. Dwi Djuwantoro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar