LAPORAN PENDAHULUAN
HIRSCHPRUNG
A. Pengertian
1. Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ).
2. Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir £ 3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ).
3. Hirschprung adalah penyakit akibat tidak adanya sel –sel ganglion di dalam usus yang terbentang ke arah proksimal mulai dari anus hingga jarak tertentu. (Behrman & vaughan,1992:426)
4. Hirschprung adalah aganglionosis ditandai dengan tidak terdapatnya neuron mienterikus dalam sengmen kolon distal tepat disebelah proksimal sfingter ani (Isselbacher,dkk,1999:255)
5. Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan yang tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai usus halus ( Ngastiyah, 1997:198)
B. Klasifikasi
Ø Penyakit hirschprung segmen pendek. Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari kasus penyakit hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki- laki dibanding anak perempuan.
Ø Penyakit hirschprung segmen panjang. Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak baik laki – laki maupun perempuan.
C. Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga terjadi karena :
o Faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down syndrom.
o Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
D. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan karena tidak adanya ganglion parasimpatik disubmukosa (meissher) dan mienterik (aurbach) tidak ditemukan pada satu atau lebih bagian dari kolon menyebabkan peristaltik usus abnormal. Peristaltik usus abnormal menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa pencernaan di kolon yang berakibat timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi megakolon dan pasien mengalami distensi abdomen. Aganglionosis mempengaruhi dilatasi sfingter ani interna menjadi tidak berfungsi lagi, mengakibatkan pengeluaran feses, gas dan cairan terhambat. Penumpukan sisa pencernaan yang semakin banyak merupakan media utama berkembangnya bakteri. Iskemia saluran cerna berhubungan dengan peristaltik yang abnormal mempermudah infeksi kuman ke lumen usus dan terjadilah enterocolitis. Apabila tidak segera ditangani anak yang mengalami hal tersebut dapat mengalami kematian (kirscher dikutip oleh Dona L.Wong,1999:2000)
E. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi mekonium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
Gejala Penyakit Hirshprung menurut ( Betz Cecily & Sowden, 2002 : 197)
1. Masa neonatal
a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
b. Muntah berisi empedu
c. Enggan minum
d. Distensi abdomen
2. Masa bayi dan anak – anak
a Konstipasi
b Diare berulang
c Tinja seperti pita dan berbau busuk
d Distenssi abdomen
e Adanya masa difecal dapat dipalpasi
f Gagal tumbuh
g Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi
F. Komplikasi
Menurut Corwin (2001:534) komplikasi penyakit hirschsprung yaitu gangguan elektrolit dan perforasi usus apabila distensi tidak diatasi.
Menurut Mansjoer (2000:381) menyebutkan komplikasi penyakit hirschprung adalah:
a. Pneumatosis usus
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik distensi berlebihan dindingnya.
b. Enterokolitis nekrotiokans
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik distensi berlebihan dindingnya.
c. Abses peri kolon
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik distensi berlebihan dindingnya.
d. Perforasi
Disebabkan aliran darah ke mukosa berkurang dalam waktu lama.
e. Septikemia
Disebabkan karena bakteri yang berkembang dan keluarnya endotoxin karena iskemia kolon akibat distensi berlebihan pada dindinng usus.
Sedangkan komplikasi yang muncul pasca bedah antara lain:
a. Gawat pernafasan (akut)
Disebabkan karena distensi abdomen yang menekan paru – paru sehingga mengganggu ekspansi paru.
b. Enterokolitis (akut)
Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri dan pengeluaran endotoxin.
c. Stenosis striktura ani
Gerakan muskulus sfingter ani tak pernah mengadakan gerakan kontraksi dan relaksasi karena ada colostomy sehingga terjadi kekakuan ataupun penyempitan.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan:
a Daerah transisi
b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
c Entrokolitis padasegmen yang melebar
d Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam
Pada bayi baru lahir, barium enema tidak selalu memperlihatkan gambaran yang jelas dari penyakit apabila seluruh kolon tidak mempunyai sel ganglion. Hal ini terjadi meskipun pengeluaran barium terlambat 24 jam setelah pemeriksaan diagnostik.
2. Biopsi isap rektum
Hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari linea dentata untuk menghindari daerah normal hipogang lionosis dipinggir anus. Biopsi ini dilakukan untuk memperlihatkan tidak adanya sel – sel ganglion di sub mukosa atau pleksus saraf intermuskular.
3. Biopsi rektum
Biopsi rektum dilakukan dengan cara tusukan atau punch atau sedotan 2 cm diatas garis pektinatus memperlihatkan tidak adanya sel – sel ganglion di sub mukosa atau pleksus saraf intermuskular.
4. Biopsi otot rektum
Pengambilan otot rektum, dilakukan bersifat traumatik, menunjukan aganglionosis otot rektum.
5. Manometri anorektal
Dilakukan dengan distensi balon yang diletakan di dalam ampula rektum. Balon akan mengalami penurunan tekanan di dalam sfingter ani interna pada pasien yang normal. Sedangkan pada pasien yang megacolon akan mengalami tekanan yang luar biasa.
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
Foto rontgen abdomen
Didasarkan pada adanya daerah peralihan antara kolon proksimal yang melebar normal dan colon distal tersumbat dengan diameter yang lebih kecil karena usus besar yang tanpa ganglion tidak berelaksasi. Pada pemeriksaan foto polos abdomen akan ditemukan usus melebar / gambaran obstruksi usus letak rendah.
H. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah.
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini
b Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI, 2000 : 1135 )
PATHWAYS
Perubahan pola eliminasi (konstipasi)
Akumulasi isi usus
Peristaltik menurun
Aganglionik saluran cerna
Proliferasi bakteri
Dilatasi usus
Pengeluaran endotoksin
inflamasi
diare
Feses membusuk produks gas meningkat
Mual & muntah
Penekanan pada diafragma
Anoreksia
Drainase gaster
Enterokolitis
Pola nafas tidak efektif
Ketidakseimbangan nutrisi < dari kebutuhan tubuh
Resiko kekurangan volume cairan
Prosedur operasi
Nyeri akut
Imunitas menurun
Perubahan tumbuh kembang
Resiko tinggi infeksi
Distensi abdomen
Ekspansi paru menurun
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KASUS HIRSCHPRUNG / MEGA COLON
A. PENGKAJIAN
v Menurut Suriadi (2001:242) fokus pengkajian yang dilakukan pada penyakit hischprung adalah :
1. Riwayat pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama setelah lahir, biasanya ada keterlambatan
2. Riwayat tinja seperti pita dan bau busuk.
3. Pengkajian status nutrisi dan status hidrasi.
a. Adanya mual, muntah, anoreksia, mencret
b. Keadaan turgor kulit biasanya menurun
c. Peningkatan atau penurunan berat badan.
d. Penggunaan nutrisi dan rehidrasi parenteral
4. Pengkajian status bising usus untuk melihat pola bunyi hiperaktif pada bagian proximal karena obstruksi, biasanya terjadi hiperperistaltik usus.
5. Pengkajian psikososial keluarga berkaitan dengan
a. Anak : Kemampuan beradaptasi dengan penyakit, mekanisme koping yang digunakan.
b. Keluarga : Respon emosional keluarga, koping yang digunakan keluarga, penyesuaian keluarga terhadap stress menghadapi penyakit anaknya.
6. Pemeriksaan laboratorium darah hemoglobin, leukosit dan albumin juga perlu dilakukan untuk mengkaji indikasi terjadinya anemia, infeksi dan kurangnya asupan protein.
v Menurut Wong (2004:507) mengungkapkan pengkajian pada penyakit hischprung yang perlu ditambahkan selain uraian diatas yaitu :
1. Lakukan pengkajian melalui wawancara terutama identitas, keluhan utama, pengkajian pola fungsional dan keluhan tambahan.
2. Monitor bowel elimination pattern : adanya konstipasi, pengeluaran mekonium yang terlambat lebih dari 24 jam, pengeluaran feses yang berbentuk pita dan berbau busuk.
3. Ukur lingkar abdomen untuk mengkaji distensi abdomen, lingkar abdomen semakin besar seiring dengan pertambahan besarnya distensi abdomen.
4. Lakukan pemeriksaan TTV, perubahan tanda viatal mempengaruhi keadaan umum klien.
5. Observasi manifestasi penyakit hirschprung
a. Periode bayi baru lahir
1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 -48 jam setelah lahir
2. Menolak untuk minum air
3. Muntah berwarna empedu
4. Distensi abdomen
b. Masa bayi
1. Ketidakadekuatan penembahan berta badan
2. Konstipasi
3. Distensi abdomen
4. Episode diare dan muntah
5. Tanda – tanda ominous (sering menandakan adanya enterokolitis : diare berdarah, letargi berat)
c. Masa kanak –kanak
1. Konstipasi
2. Feses berbau menyengat dan seperti karbon
3. Distensi abdomen
4. Anak biasanya tidak mempunyai nafsu makan dan pertumbuhan yang buruk
6. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian
a) Radiasi : Foto polos abdomen yang akan ditemukan gambaran obstruksi usus letak rendah
b) Biopsi rektal : menunjukan aganglionosis otot rektum
c) Manometri anorectal : ada kenaikan tekanan paradoks karena rektum dikembangkan / tekanan gagal menurun.
Lakukan pengkajian fisik rutin, dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat terutama yang berhubungan dengan pola defekasi
Kaji status hidrasi dan nutrisi umum
- Monitor bowel elimination pattern
- Ukur lingkar abdomen
- Observasi manifestasi penyakit hischprung
Periode bayi baru lahir
- Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 – 48 jam setelah lahir
- Menolak untuk minum air
- Muntah berwarna empedu / hijau
- Distensi abdomen
Masa bayi
- Ketidakadekuatan penambahan berat badan
- Konstipasi
- Distensi abdomen
- Episode diare dan muntah
- Tanda – tanda ominous (sering menandakan adanya enterokolitis)
- Diare berdarah
- Demam
- Letargi berat
Masa kanak – kanak (gejala lebih kronis)
- Konstipasi
- Feses berbau menyengat seperti karbon
- Distensi abdomen
- Masa fekal dapat teraba
- Anak biasanya mampu mempunyai nafsu makan & pertumbuhan yang buruk
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
2. Nyeri akut b.d inkontinuitas jaringan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan makanan tak adekuat dan rangsangan muntah.
4. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) b.d defek persyarafan terhadap aganglion usus.
5. Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas karena mual.
6. Resiko tinggi infeksi b.d imunitas menurun dan proses penyakit
C. INTERVENSI
Dx 1
Pola tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
NOC : Respiratory status
Kriteria hasil :
1. Frekuensi pernafasan dalam batas normal
2. Irama nafas sesuai yang diharapkan
3. Ekspansi dada simetris
4. Bernafas mudah
5. Keadaan inspirasi
NIC 1 : Respiratory monitoring
1. Monitor frekuensi, ritme, kedalamam pernafasan.
2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot tambahan.
3. Monitor pola nafas bradipnea , takipnea, hiperventilasi.
4. Palpasi ekspansi paru
5. Auskultasi suara pernafasan
NIC 2 : Oxygen therapy
1. Atur peralatan oksigenasi
2. Monitor aliran oksigen
3. Pertahankan jalan nafas yang paten
4. Pertahankan posisi pasien
Dx 2
Nyeri akut b.d inkontinuitas jaringan
NOC : Pain level
Kriteria hasil :
1. Mengenali faktor penyebab
2. Menggunakan metode pencegahan
3. Menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk mengurangi nyeri.
4. Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
5. Menganali gejala – gejala nyeri
NIC 1 : Pain management
1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lokasi , karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor – faktor presipitasi
2. Observasi isyarat – isyarat non verbal dari ketidaknyamana, khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
3. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
4. Kontrol faktor – faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ex : temperatur ruangan , penyinaran)
5. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya : relaksasi, guided imagery, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas)
NIC 2 : Analgetik administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
3. Pilih analgetik yang diperlukan / kombinasi dari analgetik ketika pemberian lebih dari satu.
4. Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri.
Dx 3
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan makanan tak adekuat dan rangsangan muntah.
NOC : Status nutrisi
Kriteria hasil :
1. Stamina
2. Tenaga
3. Kekuatan menggenggam
4. Penyembuhan jaringan
5. Daya tahan tubuh
6. Pertumbuhan
NIC 1 : Manajemen nutrisi
1. Timbang Berat badan
2. Anjurkan pada keluarga pasien untuk memberikan ASI
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vit C
4. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
NIC 2 : Monitoring nutrisi
1. Monitor turgor kulit
2. Monitor mual dan muntah
3. Monitor intake nutrisi
4. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Dx 4
Perubahan pola eliminasi (konstipasi) b.d defek persyarafan terhadap aganglion usus
NOC : Bowel elimination
Kriteria hasil :
1. Pola eliminasi dalam batas normal
2. Warna feses dalam batas normal
3. Feses lunak / lembut dan berbentuk
4. Bau feses dalam batas normal (tidak menyengat)
5. Konstipasi tidak terjadi
NIC : Bowel irigation
1. Tetapkan alasan dilakukan tindakan pembersihan sistem pencernaan.
2. Pilih pemberian enema yang tepat
3. Jelaskan prosedur pada pasien
4. Monitor efek samping dari tindakan irigasi atau pemberian obat oral
5. Catat keuntungan dari pemberian enema laxatif
6. Informasikan pada pasien kemungkinan terjadi perut kejang atau keinginan untuk defekasi.
Dx 5
Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas karena mual.
NOC : Fluid balance
Kriteria hasil :
1. Keseimbangan intake dan output 24 jam
2. Berat badan stabil
3. Tidak ada mata cekung
4. Kelembaban kulit dalam batas normal
5. Membran mukosa lembab
NIC : Fluid management
1. Timbang popok jika diperlukan
2. Pertahankan intake dan output yang akurat
3. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah)
4. Monitor vital sign
5. Kolaborasikan pemberian cairan IV
6. Dorong masukan oral
7. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
Dx 6
Resiko tinggi infeksi b.d imunitas menurun dan proses penyakit
NOC :Imune status
Kriteria hasil :
1. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Menjelaskan proses penularan penyakit
3. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
4. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
5. Menunjukan perilaku hidup sehat
NIC : Infection protection
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Batasi pengunjung
4. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase
5. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
6. Dorong masukan nutrisi yang cukup
7. Dorong masukan cairan
8. Dorong istirahat
D. EVALUASI
Dx
Kriteria hasil
Skala
Keterangan skala
I
1. Frekuensi pernafasan dalam batas normal
2. Irama nafas sesuai yang diharapkan
3. Ekspansi dada simetris
4. Bernafas mudah
5. Keadaan inspirasi
4
4
5
5
4
1 : Tidak pernah menunjukan
2 : Jarang menunjukan
3 : Kadang menunjukan
4 : Sering menunjukan
5 : Selalu menunjukan
Dx
Kriteria hasil
Skala
Keterangan skala
II
1. Mengenali faktor penyebab
2. Menggunakan metode pencegahan
3. Menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk mengurangi nyeri.
4. Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
5. Menganali gejala – gejala nyeri
4
4
4
4
5
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
III
1. Stamina
2. Tenaga
3. Kekuatan menggenggam
4. Penyembuhan jaringan
5. Daya tahan tubuh
6. Pertumbuhan
4
5
4
5
5
5
1 : Tidak pernah menunjukan
2 : Jarang menunjukan
3 : Kadang menunjukan
4 : Sering menunjukan
5 : Selalu menunjukan
IV
1. Pola eliminasi dalam batas normal
2. Warna feses dalam batas normal
3. Feses lunak / lembut dan berbentuk
4. Bau feses dalam batas normal (tidak menyengat)
5. Konstipasi tidak terjadi
2
2
2
2
2
1 : Luar biasa kompromi
2 : Kompromi sekali
3 : Kompromi baik
4 : Kompromi sedang
5 : Tidak ada kompromi
Dx
Kriteria hasil
Skala
Keterangan skala
V
1. Keseimbangan intake dan output 24 jam
2. Berat badan stabil
3. Tidak ada mata cekung
4. Kelembaban kulit dalam batas normal
5. Membran mukosa lembab
2
1
1
2
2
1 : Luar biasa kompromi
2 : Kompromi sekali
3 : Kompromi baik
4 : Kompromi sedang
5 : Tidak ada kompromi
VI
1. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Menjelaskan proses penularan penyakit
3. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
4. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
5. Menunjukan perilaku hidup sehat
5
4
4
4
4
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Betz, cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Hidayat, Alimul Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, buku 2. Jakarta : Salemba Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC
Sacharin, Rosa M. 1993. Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. Jakarta : EGC
Suriadi, dkk. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 7. Jakarta : PT. Fajar Interpratama
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar