Minggu, 24 Mei 2009

KONSEP DASAR
DEFEK SEPTUM VENTRIKEL
(DSV)

A. PENGERTIAN
Defek Septum Ventrikel (DSV) terjadi bila sekat (septum) ventrikel tidak terbentuk sempurna. Akibatnya darah dari bilik kiri mengalir ke bilik kanan pada saat systole. (Ngastiyah)
Defek Septum Ventrikel adalah hubungan langsung ventrikel kanan dan ventrikel kiri yang diakibatkan oleh lubang tunggal di bagian septum ventrikel. (Lehrer)
Septum ventrikel adalah dinding yang memisahkan jantung bagian bawah (memisahkan ventrikel kiri dan ventrikel kanan). (medicastore)

B. KLASIFIKASI
Defek Septum Ventrikel (DSV) di klasifikasikan menjadi beberapa tipe, yaitu: (Baraas, 1995 : 51)
1. Defek Septum ventrikel perimembranus
Defek pada jaringan membranus disebut sebagai defek septum ventrikel tipe membranus. Sering defek ini melebar sampai jaringan muskuler sekitarnya. Oleh karena itu banyak yang menyebutnya defek septum tipe perimembranus. Dan karena letaknya di bagian superior septum, kadang-kadang dikenal pula sebagai defek septum ventrikel tipe tinggi.
2. Defek Septum ventrikel muskuler
Defek septum ventrikel tipe muskuler sangat jarang terjadi. Kadang-kadang defek ini disebut sebagai defek septum ventrikel tipe rendah (low ventricular septal defect). Sesuai dengan lokasinya, ada defek septum ventrikel tipe muskuler pada inlet (posterior), pada trabekel (bagian sentral, atau apical) dan pada outlet (infundibuler). Suatu defek multiple di bagian apical dikenal pula sebagai defek septum ventrikel tipe swiss cheese.
3. Defek Septum ventrikel subarterial
Defek ini sebenarnya termasuk tipe muskuler dan terdiri dari defek subpulmonal (yang berada persis di bawah katup pulmonal) dan doubly committed subarterial (yang terletak di bawah jaringan fibrus antara katup aorta dan katup pulmonal).
Berdasarkan letaknya terhadap Krista supraventrikuler (lebih tepat disebut sebagai trabekel septomarginal), defek septum ventrikel tipe subpulmonal dan doubly committed subarterial kadang-kadang dinamakan pula defek suprakista. Dan defek septum ventrikel tipe perimembranus subaortik dan subtrikuspid disebut defek infrakista.
Diagnosis defek septum ventrikel dapat dibedakan menjadi: (Baraas, 1995 : 55)
1. Defek Septum ventrikel kecil
Defek berdiameter sekitar < 0.5 cm2 , tekanan sistolik ventrikel kanan < 35 mmHg dan rasio aliran darah pulmonal dengan sistemik < 1.75. terdapat suara murmur pansistolik di sekitar sela iga 3-4 kiri sternum pada waktu pemeriksaan fisik. Semakin kecil ukuran defek septum ventrikel, maka murmur pansistolik terdengar makin keras dan murmur ini dikenal sebagai murmur Roger. Bunyi jantung ke-1 dan ke-2 normal. Ukuran jantung pun relative masih normal pada pemeriksaan elektrokardiografi dan foto torak. Vaskularisasi paru tidak nyata meningkat. Pertumbuhan anak normal walaupun ada kecenderungan terjadi infeksi saluran pernafasan. Toleransi latihan normal, hanya pada latihan yang lama dan berat pasien lebih cenderung lelah dibandingkan dengan teman sebayanya. DSV kecil tidak memerlukan tindakan bedah karena tidak menyebabkan gangguan hemodinamik dan resiko operasi lebih besar daripada resiko terjadinya endokarditis. Anak dengan DSV kecil mempunyai prognosis baik dan dapat hidup normal. Tidak diperlukan pengobatan. Bahaya yang mungkin timbul adalah endokarditis infektif. Operasi penutupan dapat dilakukan bila dikehendaki oleh orang tua. Pasien dengan DSV kecil diperlakukan seperti anak normal dengan pengecualian bahwa kepada pasien harus diberikan pencegahan terhadap endokarditis.
2. Defek Septum ventrikel moderat
Pada defek ini, diameter defek biasanya 0.5 – 1.0 cm2, dengan tekanan sistolik ventrikel kanan 36-80 mmHg (lebih kurang separo tekanan sistemik) dan rasio aliran darah pulmonal dengan sistemik > 3. Perjalanan defek septum ventrikel yang moderat ini sangat bervariasi. Anak akan lebih mudah sesak nafas, aktivitas terbatas , mudah terkena batuk pilek dan tumbuh kembang lebih lambat dibandingkan dengan anak yang normal.
Pada pemeriksaan fisik terdengar intensias bunyi jantung ke-2 yang meningkat, murmur pansistolik di sela iga 3-4 kiri sternum dan murmur ejeksi sistolik pada daerah katup pulmonal. Murmur pansistolik terdengar kasar dank eras. Pada elektrokardiografi, pembesaran jantung bias berupa hipertrofi ventrikel kanan, hipertrofi atrium kiri dan ventrikel kiri, atau hipertrofi biventrikuler, karena beban volume berlebih. Terdapat hipertensi pulmonal yang hiperkinetik, dengan resisitensi pulmonal yang relative masih normal. Dengan demikian, gambaran hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh beban tekanan berlebih, biasanya belum tampak pada elektrokardiografi.
Foto torak menunjukkan pembesaran relative ventrikel kiri, atau kanan, dengan pinggang jantung rata dan konus pulmonal menonjol. Konus aorta tampak normal atau sedikit agak kecil. Vaskularisasi paru tampak meningkat.
3. Defek Septum Ventrikel Besar
Diameter DSV lebih dari setengah ostium aorta atau lebih dari 1 cm2, dengan tekanan sistolik ventrikel kanan > 80 mmHg (atau menyamai tekanan sistemik). Curah sekuncup jantung kanan seringkali lebih dari 2 kali sekuncup jantung kiri. Aliran darah melaui pirau interventrikuler tercampur tanpa hambatan, menyebabkan berbagai keluhan sejak anak masih kecil. Gejal-gejala gagal jantung bias menonjol sewaktu-waktu. Dan resistensi pulmonal bias berkembang melebihi resistensi sistemik, sehingga tampak sianosis karena pirau dari kanan ke kiri.
Pada pemeriksaan fisik, intensitas bunyi jantung ke-2 terdengar meningkat, karena adanya hipertensi pulmonal. Terdengar bunyi murmur pansistoik pada sela iga 3-4 kiri sternum dan murmur ejeksi sistolik pada daerah pulmonal di sela iga 2-3 kiri sternum, serta murmur mid-diastolik pada mitral

C. ETIOLOGI
Penyebab DSV tidak diketahui. DSV lebih sering ditemukan pada anak-anak dan seringkali merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Pada anak-anak, lubangnya sangat kecil, tidak menimbulkan gejala dan seringkali menutup dengan sendirinya sebelum anak berumur 18 tahun. Pada kasus yang lebih berat, bisa terjadi kelainan fungsi ventrikel dan gagal jantung. VSD bisa ditemukan bersamaan dengan kelainan jantung lainnya. Faktor prenatal yang mungkin berhubungan dengan VSD: (Ngastiyah, 2004 : 93)
Rubella atau infeksi virus lainnya pada ibu hamil
Gizi ibu hamil yang buruk
Ibu yang alkoholik
Usia ibu diatas 40 tahun
Ibu menderita diabetes

D. PATOFISIOLOGI
Secara klinis, perubahan hemodinamik defek septum ventrikel dipengaruhi oleh besarnya defek dan tingginya resistensi pulmonal. Sewaktu fetus dalam kandungan, resistensi pulmonal memang tinggi, karena paru belum berkembang dan tunika media pembuluh darah paru masih hipertropi. Pada saat lahir, resistensi pulmonal langsung turun karena berkembangnya paru waktu bayi mulai bernafas.
Tunika media pembuluh darah paru mengalami atropi dan proses ini secara normal berlangsung sampai usia 6 bulan. Apabila terdapat defek pada septum interventrikuler, aliran darah yang membanjir ke ventrikel kanan dan arteri pulmonal akan menghambat proses alamiah itu.
Pada defek septum ventrikel, terjadi beban volume berlebih pada ventrikel kiri, atrium kiri dan ventrikel kanan, karena pirau aliran darah dari kiri ke kanan. Pada mulanya, ventrikel kanan akan mengalami dilatasi, disusul oleh hipertropi ventrikel kiri dan atrium kiri, atau sebaliknya. Dan pirau dari kiri ke kanan ini lama-lama akan mempengaruhi resistensi paru dan tekanan dalam arteri pulmonal. Apabila hipertensi pulmonal makin tinggi-dan ini merupakan beban tekanan berlebih bagi ventrikel kana-maka pirau aliran darah pelan-pelan akan beralih menjadi bidireksional. Resestensi pulmonal dapat melebihi resistensi sistemik pada waktu melakukan exercise, sehingga pirau beralih dari kanan ke kiri; sedangkan pada waktu istirahat masih terjadi pirau yang kecil dari kiri ke kanan.
Tekanan dalam ventrikel kanan makin tinggi, sehingga hipertropi ventrikel kanan yang disebabkan oleh beban tekanan berlebih tampak makin dominant. Sementara itu ventrikel kiri tampak “regresi”, karena tak lagi ada lairan melewati pirau pada saat tekanan dalam ventrikel kanan kian menyamai tekanan dalam ventrikel kiri. Pada stadium lanjut, pirau kemudian sepenuhnya dari kanan ke kiri.
Pada jantung yang normal, sebagian septum interventrikuler terdiri dari jaringan muskuler dan hanya sebagian kecil merupakan jaringan membranus yang berada di bawah akar aorta. Bagian anterior dan posterior jaringan membranus ini dikelilingi oleh jaringan muskuler yang meluas ke superior. Bagian anterior septum interventrikuler merupakan bagian dari outlet (infemdibulum) ventrikel kiri dan ventrikel kanan, dibawah katup semiluner. Bagian posterior septum interventrikuler meliputi inlet ventrikel kiri dan ventrikel kanan, di bawah katup atrio-ventrikuler. Dengan demikian, klasifikasi anatomic berbagai tipe defek septum ventrikel ditentukan oleh lokasi defek pada jaringan septum interventrikuler itu. (Baraas, 1995 : 52)
E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis dari anak yang menderita DSV adalah: (Ngastiyah, 2005 : 95)
Nafas pendek
Retraksi pada jugulum, sela intrakostal dan region epigastrium
Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung hiperdinamik
Pertumbuhan terhambat
Anak terlihat pucat
Banyak keringat
Ujung-ujung jari hiperemik
Diameter dada bertambah
Sering terlihat penonjolan pada dada kiri
Tekanan arteria pulmonalis yang tinggi
Penutupan katup pulmonalis teraba jelas pada sela iga II kiri dekat sternum dan mungkin teraba getaran bisisng pada dinding dada.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pasien dengan DSV besar perlu ditolong dengan obat-obatan untuk mengatasi gagal jantung. Biasanya diberikan digoksin dan diuretika, missal: lasik. Bila obat dapat memperbaiki keadaan, yang dilihat dengan membaiknya pernapasan dan pertambahan berat badan, maka operasi dapat ditunda sampai usia 2-3 tahun. Tindakan bedah sangat menolong, karena tanpa tindakan bedah harapan hidup berkurang. Operasi bila perlu dilakukan pada umur muda jika pengobatan medis untuk mengatasi gagal jantung tidak berhasil. (Ngastiyah, 2005 : 95)






G. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Pasien DSV baru dirawat di rumah sakit bila sedang mendapat infeksi saluran nafas, karena biasanya sangat dispnea dan sianosis sehingga pasien terlihat payah. Masalah pasien yang perlu diperhatikan ialah bahaya terjadinya gagal janung, resiko terjadi infeksi saluran napas, kebutuhan nutrisi, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakit. (Ngastiyah, 2005 : 95)
























DAFTAR PUSTAKA

Baraas, faisal, 1995, Kardiologi Klinis Dalam Praktek Diagnosa Dan Tatalaksana Penyakit Jantung Pada Anak, FKUI: Jakarta.
Gray, Huon H., 2002, Kardiologi Edisi Keempat, Erlangga: Jakarta.
Hinchliff, Sue, 1999, Kamus Keperawatan, EGC: Jakarta.
Johnson, Marion, 1997, IOWA INTERVENTION PROJECT, Nursing Outcome Clasification ( NOC ), Mosby: St. Louis.
Mc. Closkey, Joanne C., 1996, IOWA INTERVENYION PROJECT, Nursing Intervention Clasification ( NIC ), Mosby: St. Louis.
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit edisi 2, EGC: Jakarta.
Ramali, Ahmad. 2005, Kamus Kedokteran, Djambatan: Jakarta.
Wong, Donna L., 2004, Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik, EGC: Jakarta.
_______, 2008, DSV, Terdapat pada: www.medicastore.com. Diakses tanggal 10 Juni 2008
_______, 2008, VSD, Terdapat pada: www.idai.or.id. Diakses tanggal 10 Juni 2008








ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Lakukan pengkajian fisik dengan penekanan khusus pada warna, nadi (apical dan perifer), pernafasan, tekanan darah, serta pemeriksaan dan auskultasi dada.
Dapatkan riwayat kesehatan termasuk bukti penambahan berat badan yang buruk, makan buruk, intoleransi aktifitas, postur tubuh tidak umu, atau infeksi saluran pernafasan yang sering.
Observasi anak terhadap manifestasi penyakit jantung congenital. (Wong, 2004 : 525)
1. Bayi
a) Sianosis-umum, khususnya membrane mukosa, bibir dan lidah, konjungtiva area vaskularisasi tinggi.
b) Dipsneu, khususnya setelah kerja fisik seperti makan, menangis, mengejan.
c) Keletihan
d) Pertumbuhan dan perkembangan buruk (gagal tumbuh)
e) Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
f) Kesulitan makan
g) Hipotonia
h) Keringat berlebihan
i) Serangan sinkop seperti hiperneu paroksimal, serangan anoksia

2. Anak yang lebih besar
1) Kerusakan pertumbuhan
2) Pembangunan tubuh lemah, sulit
3) Keletihan
4) Dispneu pada aktifitas
5) Ortopnea
6) Jari tabuh
7) Berjongkok untuk menghilangkan dispnea
8) Sakit kepala
9) Epistaksis
10) Keletihan kaki

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Baraas, 1995 : 57, pemeriksaan penunjang pada pasien anak dengan defek septum ventrikel adalah sebagai berikut:
Endokardiografi
Dengan ekokardiografi Doppler, ketepatan diagnosis defek septum ventrikel makin meningkat: sensitivitas hingga 90% dan spesifitas 98%. Pada posisi pengambilan tertentu, volume sampel diletakkan pada echo gap yang dicurigai.
Rontgent dada
Ekokardiogram
EKG










Pathway keperawatan
Sumber: Baraas (1995), Ngastiyah (2004) dan Wong (2004)
Penurunan curah jantung
Kelainan pembentukan jantung sewaktu janin
Resiko cedera
Genetik
Resiko infeksi
Radiasi
Atropi pembuluh darah paru terhambat
Pertukaran O2 dalam paru terganggu
Kurang pengetahuan
Infeksi
Defek Septum Ventrikel
Intoleransi aktifitas
Darah mengalir dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan
Peningkatan volume arteri pulmonal
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Imunitas menurun
Kesulitan menghisap ASI
dispneu
Kelemahan fisik
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Wong, 2004 : 525, diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien anak dengan defek septum ventrikel adalah sebagai berikut:
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispneu
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan status fisik yang lemah
Resiko cedera (komplikasi) berhubungan dengan status fisik yang lemah
Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi tentang penyakit

D. INTERVENSI
Dx. 1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan curah jantung dalam batas normal.
NOC: Vital sign status
Kriteria hasil:
a. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, sirkulasi)
b. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
c. Tidak ada edema paru, perifer dan tidak ada asites
d. Tidak ada penurunan kesadaran


Skala:
1 = tidak ada
2 = jarang
3 = kadang
4 = sering
5 = selalu
NIC: Cardiac care
a. Catat adanya disritmia jantung
b. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output
c. Monitor status kardiovaskuler
d. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
e. Monitor balance cairan
f. Monitor toleransi aktivitas pasien

Dx. 2. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan
.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien menunjukkan tanda pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
NOC : Pertumbuhan
Kriteria Hasil :
a. Berat badan sesuai dengan kondisi (umur dan tinggi badan).
b. Turgor kulit baik.
c. Tanda-tanda vital baik.
Skala :
1 = tidak ada penyimpangan dari yang diharapkan
2 = penyimpangan ringan
3 = penyimpangan sedang
4 = penyimpangan berat
5 = ekstrim
NIC : Peningkatan Pertumbuhan
Intervensi Keperawatan :
a. lakukan pemeriksaan kesehatan secara saksama (Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik ).
b. Tentukan makanan yang disukai klien.
c. Pantau kecenderungan peningkatan dan penurunan berat badan.
d. Kaji keadekiatan asupan nutrisi.
e. Demonstrasikan aktivitas yang meningkatkan perkembangan.

Dx. 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tanta-tanda infeksi tidak terjadi.
NOC : Pengendalian resiko
Kriteria hasil :
a. Mendapatkan imunisasi yang tepat
b. Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
c. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko
Skala :
1 = tidak pernah menunjukkan
2 = jarang menunjukkan
3 = kadang menunjukkan
4 = sering menunjukkan
5 = selalu menunjukkan
NIC : Pengendalian Infeksi
Intervensi Keperawatan:
a. Ajarkan pada klien dan keluarga tanda dan gejala terjadinya infeksi dan kapan harus melaporkan kepada petugas.
b. Pertahankan teknik isolasi.
c. Berikan terapi antibiotic bila diperlukan.
d. Informasikan kepada keluarga kapan jadwal imunisasi.
e. Jelaskan keuntungan dan efek dari imunisasi.
Dx. 4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien menunjukkan peningkatan status nutrisi.
NOC : Status Nutrisi
Kriteria Hasil :
a. Pemasukan nutrisi baik.
b. Masukan makanan dan minuman baik.
c. Berat badan bertambah.
d. Massa tubuh bertambah.
Skala :
1 = tidak pernah menunjukkan
2 = jarang menunjukkan
3 = kadang menunjukkan
4 = sering menunjukkan
5 = selalu menunjukkan
NIC : Pengelolaan Nutrisi
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji apakah klien memiliki alergi terhadap makanan tertentu.
b. Tentukan makanan yang disukai klien.
c. Tingkatkan pemasukan kalori.
d. Kaji kemampuan klien untuk mengkonsumsi berbagai jenis makanan.
e. Monitor jumlah pemasukan nutrisi dan kalori.





Dx. 5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan curah jantung yang rendah, dyspneu dan status nutrisi yang buruk.
NOC: Self Care: ADLs
Kriteria hasil:
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
b. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri
Skala:
1 = tidak ada
2 = jarang
3 = kadang
4 = sering
5 = selalu
NIC: Aktivitas terapi
a. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan program terapi yang tepat
b. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
c. Monitor respon fifik, emosi, sosial dan spiritual

Dx. 6. Resiko cedera (komplikasi) berhubungan dengan kondisi jantung dan terapi
Tujuan: Klien dapat terhindar dari resiko cedera
Kriteria hasil:
a. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko
b. Pasien / keluarga akan mengidentifikasi resiko yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap cedera
c. Orang tua akan memilih permainan yang memberi perawatan dan kontak sosial lingkungannya dengan baik
Kriteria hasil:
1 = tidak ada
2 = jarang
3 = kadang
4 = sering
5 = selalu
NIC: Mencegah jatuh
a. Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan, misalnya: keletihan setelah beraktivitas
b. Berikan informasi mengenai bahaya lingkungan dan karakteristiknya
c. Berikan materi pendidikan yang berhubungan dengan strategi dan tindakan untuk mencegah cedera
d. Hindarkan benda-benda di sekitar pasien yang dapat membahayakan dan menyebabkan cedera
e. Anjurkan kepada pasien untuk berhati-hati dengan alat permainannya dan instruksikan kepada keluarga untuk memilih permainan yang sesuai dan tidakmenimbulkan cedera

Dx. 7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan pengetahuan pasien dan keluarga bertambah.
NOC : Pengetahuan : Proses penyakit
Kriteria hasil :
a. Mengenal nama penyakit
b. Deskripsi proses penyakit
c. Deskripsi factor penyebab
d. Deskripsi tanda dan gejala
e. Deskripsi cara meminimalkan perkembangan penyakit


Skala :
1 = tidak pernah menunjukkan
2 = jarang menunjukkan
3 = kadang menunjukkan
4 = sering menunjukkan
5 = selalu menunjukkan
NIC : Pembelajaran proses penyakit
Intervensi Keperawatan :
a. Jelaskan tanda dan gejala penyakit.
b. Jelaskan proses penyakit
c. Identifikasi penyebab penyakit
d. Beri informasi mengenai kondisi pasien
e. Beri informasi tentang hasil pemeriksaan diagnostic


















E. EVALUASI

Dx. 1
a. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, sirkulasi) 5
b. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan 5
c. Tidak ada edema paru, perifer dan tidak ada asites 5
d. Tidak ada penurunan kesadaran 5

Dx. 2
a. Berat badan sesuai dengan kondisi ( umur dan tinggi badan ). 1
b. Turgor kulit baik. 1
c. Tanda-tanda vital baik 1

Dx. 3
a. Mendapatkan imunisasi yang tepat 5
b. Terbebas dari tanda dan gejala infeksi 5
c. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko 5

Dx. 4
a. Pemasukan nutrisi baik. 5
b. Masukan makanan dan minuman baik. 5
c. Berat badan bertambah. 5
d. Massa tubuh bertambah 5

Dx. 5
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR 5
b. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri 5


Dx. 6
a. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko 5
b. Pasien / keluarga akan mengidentifikasi resiko yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap cedera 5
c. Orang tua akan memilih permainan yang memberi perawatan dan kontak sosial lingkungannya dengan baik 5

Dx. 7
a. Mengenal nama penyakit 5
b. Deskripsi proses penyakit 5
c. Deskripsi factor penyebab 5
d. Deskripsi tanda dan gejala 5
e. Deskripsi cara meminimalkan perkembangan penyakit 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar