LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR HUMERUS
A. DEFINISI
1. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000).
2. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
(Linda Juall C, 1999 ).
3. Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus (Mansjoer, Arif, et al, 2000).
4. Fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh benturan / trauma langsung maupun tak langsung (Sjamsuhidajat, R. 2004).
Jadi fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh benturan / trauma langsung maupun tak langsung karena diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus.
B. KLASIFIKASI
Fraktur / patah tulang humerus terbagi atas :
1. Fraktur Suprakondilar Humerus
Jenis fraktur ini dapat dibedakan menjadi :
a. Jenis ekstensi yang terjadi karena trauma langsung pada humerus distal melalui benturan pada siku dan lengan bawah pada posisi supinasi dan lengan siku dalam posisi ekstensi dengan tangan terfiksasi.
b. Jenis fleksi pada anak biasanya terjadi akibat jatuh pada telapak tangan dengan tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalamposisi sedikit fleksi.
2. Fraktur Interkondiler Humerus
Fraktur yang sering terjadi pada anak adalah fraktur kondiler lateralis dan fraktur kondiler medialis humerus.
3. Fraktur Batang Humerus
Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung yang mengakibatkan fraktur transvesal atau gaya memutar tak langsung yang mengakibatkan fraktur spiral (fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi)
4. Fraktur Kolum Humerus
Fraktur ini dapat terjadi pada kolum anatomikum ( terletak di bawah kaput humeri) dan kolum sirurgikum ( terletak di bawah tuberkulum ).
C. ETIOLOGI
Penyebab fraktur humerus diantaranya adalah :
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Fraktur yang disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau penarikan.
a. Trauma langsung
Tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunak rusak.
b. Trauma tak langsung
Tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena itu, kerusakan jaringan lunak pada fraktur mungkin tidak ada.
Fraktur humerus juga dapat terjadi akibat:
1) Fraktur kelelahan atau tekanan
Akibat dari tekanan yang berulang-ulang sehingga dapat menyebabkan retak yang terjadi pada tulang.
2) Kelemahan abnormal pada tulang / fraktur patologik
Fraktur yang dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (osteoporosis tulang).
D. MEKANISME CEDERA
Fraktur biasanya terjadi setelah jatuh pada lengan yang terlentang, jenis cedera pada orang muda menyebabkan dislokasi bahu. Klasifikasi Neer ( 1970 ) memperhatikan empat segmen utama yang terlibat dalam cedera ini yaitu caput, tuberositas minor, tuberositas mayor dan batang.
Klasifikasi ini membedakan jumlah fragmen yang bergeser , kalau fragmen tak bergeser dianggap sebagai fraktur satu bagian, kalau satu segmen terpisah dari lainnya disebut fraktur dua bagian , kalau dua fragmen bergeser ini disebut fraktur tiga bagian kalau semua bagian utama bergeser ini disebut fraktur empat bagian.
E. PATOFISIOLOGI
Trauma yang terjadi pada tulang humerus dapat menyebabkan fraktur. Fraktur dapat berupa fraktur tertutup ataupun terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak di sekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jaringan lunak seperti otot tendon, ligamen, dan pembuluh darah.
Tekanan yang kuat dan berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka dan akan menyebabkan peradangan dan kemungkinan terjadinya infeksi.
Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada tulang sebab tulang berada pada posisi yang kaku.
F. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik atau gambaran klinis pada fraktur humerus adalah:
1. Nyeri
Nyeri continue / terus-menerus dan meningkat karena adanya spasme otot dan kerusakan sekunder sampai fragmen tulang tidak bisa digerakkan.
2. Deformitas atau kelainan bentuk
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang dan patah tulang itu sendiri yang diketahui ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.
3. Gangguan fungsi
Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut saling berdekatan.
4. Bengkak / memar
Terjadi memar pada bagian atas lengan yang disebabkan karena hematoma pada jaringan lunak.
5. Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur humerus.
6. Krepitasi
Suara detik tulang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur humeri digerakkan disebabkan oleh trauma lansung maupun tak langsung.
G. KOMPLIKASI
1. Dislokasi bahu
Fraktur-dislokasi baik anterior maupun posterior sering terajdi. Dislokasi biasanya dapat direduksi secara tertutup dan kemudian diterapi seperti biasa.
2. Cedera saraf
Kelumpuhan saraf radialis dapat terjadi pada fraktur humerus bila tidak ada tindakan yang berarti.
3. Lesi saraf radialis
Yaitu ketidakmampuan melakukan ekstensi pergelangan tangan sehingga pasien tidak mampu melakukan fleksi jari secara efektif dan tidak dapat menggenggam lagi.
4. Kekakuan sendi
Kekakuan pada sendi terjadi jika tidak dilakukan aktivitas lebih awal.
5. Non-union
Penyembuhan tulang tidak terjadi walaupun telah memakan waktu lama karena :
a. Terlalu banyak tulang rusak pada cedera sehingga tidak ada yang menjembatani fragmen
b. Terjadi nekrosa tulang karena tidak ada aliran darah
c. Anemi endoceime imbalance (ketidakseimbangan endokrin atau penyebab sistemik yang lain)
H. PENCEGAHAN FRAKTUR HUMERUS
Pencegahan fraktur humerus dapat dengan tiga pendekatan :
1. Dengan membuat lingkungan lebih aman
2. Mengajarkan kepada masyarakat secara berkesinambungan mengenai :
a. Bahaya minum sambil berkemudi
b. Pemakaian sabuk pengaman
c. Harus berhati-hati pada waktu mendaki tangga, melaksanakan kegiatan dengan mengeluarkan tenaga atau alat berat
d. Menggunakan pakaian pengaman untuk pekerjaan berbahaya baik di rumah atau di tempat pekerjaan
e. Menggunakan pakaian pelindung pada saat berolahraga
3. Mengajarkan kepada para wanita mengenai osteoporosis
(Long, B.C., 1996: 356)
I. PENATALAKSANAAN
Menurut Sjamsuhidajat (1998) prinsip pengelolaan patah tulang adalah reposisi dan immobilisasi. Penatalaksanaan yang bisa dilakukan antara lain:
a. Proteksi saja, misal mitela untuk fraktur dengan kedudukan baik
b. Immobilisasi dengan fiksasi atau immobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap memerlukan immobilisasi agar tidak terjadi diskolasi fragmen
c. Reposisi diikuti immobilisasi
d. Reposisi dengan traksi terus-menerus selama masa tertentu, diikuti immobilisasi
e. Reposisi diikuti immobilisasi fiksasi luar
f. Reposisi secara non operatif diikuti dengan pemasangan fiksasi dalam pada tulang secara operatif
g. Reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan fiksasi internal
h. Eksisi fragmen patahan tulang dan menggantinya dengan prostetis
Pada prinsipnya pengobatan pada fraktur humerus dapat dilakukan secara tertutup yaitu dengan cara :
1) Fragmen-fragmen dikembalikan pada posisi anatomis (reposisi)
2) Dilakukan imobilisasi sampai terjadi penyambungan fragmen-fragmen tersebut (fiksasi atau immobilisasi)
3) Pemulihan fungsi (restorasi)
Hal diatas dilakukan karena toleransi yang baik terhadap pemendekan, serta rotasi fragmen patahan tulang. Pengobatan secara tertutup dapat dilakukan dengan traksi skelet.
Secara umum tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan fraktur tertutup antara lain :
1. Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas seperti biasa segera mungkin sepanjang memungkinkan
2. Ajarkan pasien dalam mengontrol pembengkakan dan nyeri
3. Dorong pasien untuk aktif sebatas kemampuan dalam situasi immobilisasi fraktur
4. Lakukan latihan untuk mempertahankan kondisi otot yang tidak rusak dan untuk meningkatkan kekuatan otot
5. Ajarkan pasien cara penggunaan alat bantu secara aman
6. Bantu pasien dalam memodifikasi lingkungan rumah mereka
7. Ajarkan pasien untuk perawatan mandiri, informasi pengobatan, monitor potensial komplikasi dan kebutuhan pengawasan pelayanan kesehatan lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
American College of Surgeon.1983.Perawatan Diri Penderita Cidera.Jogjakarta: Yayasan Esentia Media.
Dongoes, Marilyn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian.Jakarta: EGC.
Engram, B.1998.Asuhan Keperawatan Medical Bedah vol.2.Jakarta: EGC.
Nanda.2005.Nursing Diagnosis: Definition Clasification 2005-2006.Philadelphia:North American Nursing Diagnosis Asosiation.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga. Jajarta : Media Aesculapius.
Meizter, Sussahe C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddart edisi 8.Jakarta: EGC.
Purwadianto, Agus Sampurno.2000.Kedaruratan Medik Edisi Revisi Pedoman Penatalakasaan Praktis.Jakarta: Binarupa Aksara.
Sjamsuhidajat, R. 2004 . Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN FRAKTUR HUMERUS
A. PENGKAJIAN
1. Wawancara
a. Nyeri
b. Lemah, tidak dapat melakukan kegiatan
c. Apakah anak pernah mengalami trauma sebelumnya ?
d. Kebiasaan makan makanan tinggi kalsium
e. Hilangnya gerakan/sensasi
f. Kecemasan dan ketakutan
g. Spasme/kram otot (setelah immobilisasi)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas/istirahat
Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada tulang humerus (mungkin segera,atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia (respons stress, hipovolemia), penurunan/tak ada nadi pada bagian yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada tulang humerus, pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan/sensasi, spasme otot
Kebas/kesemutan (parestesis)
Tanda : Deformitas lokal: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderik), spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain).
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang humerus, dapat berkurang pada immobilisasi, tak ada nyeri akibat kerusakan saraf)
Spasme/kram otot (setelah immobilisasi)
e. Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulasi jaringan, perdarahan, perubahan warna pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Rontgen
Menentukan lokasi tempat terjadinya fraktur ini pada lateral atau
medial dsb.
b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI
Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi jaringan lunak.
c. Hitung darah lengkap
Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma.
d. Kreatinin
Trauma pada otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
e. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple atau cedera hati.
PATHWAY KEPERAWATAN
Fraktur humerus
Ansietas
Sumber : ( Sylvia A, Price , 2006 ) dan ( Nanda, 2005 )
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut ( Nanda, 2005 ) dan ( Doengoes ,1999 ) dapat diambil diagnosa keperawatan antara lain :
Pre Operasi :
1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder akibat fraktur.
2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah.
3. Risiko trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).
4. Ansietas berhubungan dengan akan dilakukan prosedur operasi.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi mengenai pengobatan dan penatalaksanaan perawatan di rumah.
Post Operasi :
1. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan agen cedera fisik.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
4. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Pre Operasi :
1. Diagnosa I : Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder akibat fraktur.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang
NOC 1 : Pain level
Kriteria hasil:
a. Laporkan adanya nyeri
b. Kaji frekuensi nyeri
c. Lamanya nyeri berlangsung
d. Ekspresi wajah terhadap nyeri
e. Kegelisahan
f. Perubahan TTV
Keterangan skala : 1 : sering
2 : cukup
3 : kadang - kadang
4 : jarang menunjukan
5 : tidak pernah
NOC 2 : Pain control
Kriteria hasil:
a. Mengenal faktor penyebab
b. Mengenal serangan nyeri
c. Gunakan tindakan preventif
d. Gunakan tindakan pertolongan non analgetik
e. Gunakan analgetik yang tepat
Keterangan skala : 1 : tidak pernah menunjukan
2 : jarang menunjukan
3 : kadang – kadang menunjukan
4 : sering menunjukan
5 : selalu menunjukan
NIC : Manajement nyeri
a. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor penyebab nyeri
b. Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, terutama jika tidak dapat berkomunikasi secara efektif
c. Berikan analgetik dengan tepat
d. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berakhir dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
e. Ajarkan pada anak untuk menggunakan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide imagery, terapi musik, distraksi)
2. Diagnosa II : Resiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan neurovaskuler perifer dapat berfungsi kembali.
NOC : Circulation status.
Kriteria hasil :
a. Nadi normal
b. Tekanan vena sentral normal
c. Perbedaan arteriol-venous oksigen normal
d. Peripherial pulre kuat
e. Tidak terjadi edema peripherial
f. Tidak terjadi kelemahan yang berlebihan
Keterangan skala : 1 : Extremely compromised
2 : Substantially compromised
3 : Moderately compromised
4 : Midly compromised
5 : Not compromised
NIC :
1. Exercise therapy : joint mobility
a. Tentukan batasan joint movement dan efek dari fungsi
b. Monitor lokasi ketidaknyamanan/nyeri selama pergerakan
c. Dukung ambulasi
2. Circulatory care :
a. Evaluasi terhadap edema dan nadi
b. Inspeksi kulit terhadap ulsers
c. Dukung anak untuk latihan sesuai toleransi
d. Kaji derajat ketidaknyamanan/nyeri
e. Turunkan ektremitas untuk memperbaiki sirkulasi arterial
3. Diagnosa III : Resiko trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi trauma.
NOC : Risk control
Kriteria hasil :
a. Monitor faktor resiko lingkungan
b. Monitor faktor resiko perilaku pasien
c. Menggunakan pelayanan kesehatan kongruen dengan kebutuhan
d. Monitor perubahan status kesehatan
e. Partisipasi dalam perawatan untuk identifikasi resiko
Keterangan skala : 1 : tidak pernah menunjukan
2 : jarang menunjukan
3 : kadang – kadang menunjukan
4 : sering menunjukan
5 : selalu menunjukan
NIC : Environmental management : safety
1) Identifikasi keamanan yang dibutuhkan anak, dasar pada tingkat fungsi fisik dan kognitif dan perilaku yang lalu
2) Identifikasi keselamatan pasien terhadap bahaya dalam lingkungan (fisik, biologi, kimia)
3) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan resiko bahaya
4) Monitor perubahan lingkungan dalam kondisi keamanan dan keselamatan.
4. Diagnosa IV : Ansietas berhubungan dengan akan dilakukan prosedur operasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan dapat berkurang.
NOC : anxiety control
Kriteria hasil :
a. Mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
b. Menunjukan teknik relaksasi untuk mengontrol cemas
c. Mencari informasi untuk menurunkan cemas
d. Postur tubuh, ekspresi, dan tingkat aktivitas menunjukan berkurangnya kecemasan.
Keterangan skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang
3. Kadang – kadang
4. Sering
5. Selalu dilakukan
NIC : Anxiety reduction
Aktivitas :
1) Identifikasi tingkat kecemasan paad anak
2) Gunakan pendekatan yang menyenangkan kepada keluarga
3) Dorong keluarga untuk menemani anak
4) Dorong keluarga untuk menungkapkan perasaan dan ketakutan
5) Dengarkan keluhan anak dengan penuh perhatian
5 Diagnosa V : Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi mengenai pengobatan dan penatalaksanaan perawatan di rumah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan klien bertambah
NOC : Pengetahuan : proses penyakit
Kriteria hasil :
a. Mengenal tentang penyakit
b. Menjelaskan proses penyakit
c. Menjelaskan penyebab/faktor yang berhubungan
d. Menjelaskan faktor resiko
e. Menjelaskan komplikasi dari penyakit
f. Menjelaskan tanda dan gejala penyakit
Keterangan skala : 1 : None
2 : Limited
3 : Moderate
4 : Substantial
5 : Extensive
NIC 1 : Health Care Information Exchange
a. Identifikasi pemberi pelayanan keperawatan yang lain
b. Identifikasi kemampuan anak dan keluarga dalam mengimplementasikan keperawatan setelah penjelasan
c. Jelaskan peran keluarga dalam perawatan yang berkesinambungan
d. Jelaskan program perawatan medik meliputi : diet, pengobatan dan latihan
e. Jelaskan rencana tindakan keperawatan
NIC 2 : Health Education
a. Jelaskan faktor internal/eksternal yang dapat menambah atau mengurangi dalam perilaku kesehatan
b. Jelaskan pengaruh kesehatan dan perilaku gaya hidup, individu, keluarga/ lingkungan
c. Identifikasi lingkungan yang dibutuhkan dalam program perawatan
d. Anjurkan pemberian dukungan dari keluarga dan keluarga untuk membuat perilaku yang kondusif
Post Operasi :
1. Diagnosa I : Nyeri ( akut ) berhubungan dengan agen cedera fisik.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang
NOC 1 : Pain level
Kriteria hasil:
a. Laporkan adanya nyeri
b. Kaji frekuensi nyeri
c. Lamanya nyeri berlangsung
d. Ekspresi wajah terhadap nyeri
e. Kegelisahan
f. Perubahan TTV
Keterangan skala : 1 : sering
2 : cukup
3 : kadang - kadang
4 : jarang menunjukan
5 : tidak pernah
NOC 2 : Pain control
Kriteria hasil:
a. Mengenal faktor penyebab
b. Mengenal serangan nyeri
c. Gunakan tindakan preventif
d. Gunakan tindakan pertolongan non analgetik
e. Gunakan analgetik yang tepat
Keterangan skala :
1 : tidak pernah menunjukan
2 : jarang menunjukan
3 : kadang – kadang menunjukan
4 : sering menunjukan
5 : selalu menunjukan
NIC : Manajement nyeri
a. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor penyebab nyeri
b. Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, terutama jika tidak dapat berkomunikasi secara efektif
c. Berikan analgetik dengan tepat
d. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berakhir dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
e. Ajarkan untuk menggunakan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide imagery, terapi musik, distraksi).
2. Diagnosa II : Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi
NOC 1 : Deteksi infeksi
Kriteria hasil :
a. Mengukur tanda dan gejala yang mengindikasikan infeksi
b. Berpartisipasi dalam perawatan kesehatan
c. Mampu mengidentifikasi potensial resiko
Keterangan skala 1 : selalu
2 : sering
3 : kadang - kadang
4 : jarang
5 : tidak pernah
NOC 2 : Pengendalian infeksi
Kriteria hasil :
a. Pengetahuan tentang adanya risiko infeksi
b. Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan
c. Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi
d. Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko
e. Penggunaan pelayanan kesehatan yang sesuai
Keterangan skala : 1 : selalu
2 : sering
3 : kadang - kadang
4 : jarang
5 : tidak pernah
NIC : teaching disease proses
1) Deskripsikan proses penyakit dengan tepat
2) Sediakan informasi tentang kondisi pasien
3) Diskusikan perawatan yang akan dilakukan
4) Gambarkan tanda dan gejala penyakit
5) Instruksikan anak untuk melaporkan kepada perawat untuk melaporkan tentang tanda dan gejala yang dirasakan
3. Diagnosa III : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
Tujuan :
Meningkatkan mobilitas pada tingkat yang paling tinggi.
NOC : Mobility level
Kriteria hasil :
a. Keseimbangan penampilan
b. Memposisikan tubuh
c. Gerakan otot
d. Gerakan sendi
e. Ambulasi : jalan
f. Ambulasi kursi roda
Keterangan skala : 1 : dibantu total
2 : memerlukan bantuan orang lain dan alat
3 : memerlukan bantuan orang lain
4 : memerlukan bantuan alat
5 : mandiri
NIC : Exercise therapy : ambulation
1) Bantu anak untuk menggunakan fasilitas alat bantu jalan dan cegah kecelakaan atau jatuh
2) Tempatkan tempat tidur pada posisi yang mudah dijangkau/diraih pasien
3) Konsultasikan dengan fisioterapi tentang rencana ambulasi sesuai kebutuhan
4) Monitor anak dalam menggunakan tongkat atau alat bantu jalan yang lain
5) Instruksikan pasien/pemberi pelayanan ambulasi tentang teknik ambulasi
4. Diagnosa IV : Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasifisik.
Tujuan :
Kerusakan integritas kulit tidak terjadi.
NOC :
Integritas jaringan : kulit dan membran mukosa.
Kriteria hasil :
a. Sensasi normal
b. Elastisitas normal
c. Warna normal
d. Texture normal
e. Jaringan bebas lesi
f. Adanya pertumbuhan rambut di kulit
g. Kulit utuh
Keterangan skala : 1 : Extremely compromised
2 : Substantially compromised
3 : Moderately compromised
4 : Midly compromised
5 : Not compromised
NIC : Skin surveillance
1) Observasi ekstermitas oedema, ulserasi, kelembaban
2) Monitor warna kulit
3) Monitor temperature kulit
4) Inspeksi kulit dan membran mukosa (kemerahan)
5) Inspeksi kondisi insisi bedah
6) Monitor kulit pada daerah kerusakan dan kemerahan
7) Monitor infeksi dan oedema
D. EVALUASI
Pre operasi
1. Diagnosa I : Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder akibat fraktur.
skala
a. Laporkan adanya nyeri 4
b. Kaji frekuensi nyeri 4
c. Lamanya nyeri berlangsung 4
d. Ekspresi wajah terhadap nyeri 4
e. Kegelisahan 4
f. Perubahan TTV 4
g. Mengenal faktor penyebab 4
h. Mengenal serangan nyeri 4
i. Gunakan tindakan preventif 4
j. Gunakan tindakan pertolongan non analgetik 4
k. Gunakan analgetik yang tepat 4
2. Diagnosa II : Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah.
a. Nadi normal 4
b. Tekanan vena sentral normal 4
c. Perbedaan arteriol-venous oksigen normal 4
d. Peripherial pulre kuat 4
e. Tidak terjadi edema peripherial 4
f. Tidak terjadi kelemahan yang berlebihan 4
3. Diagnosa III : Resiko trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).
a. Monitor faktor resiko lingkungan 4
b. Monitor faktor resiko perilaku pasien 4
c. Menggunakan pelayanan kesehatan kongruen dgn kebutuhan 4
d. Monitor perubahan status kesehatan 4
e. Partisipasi dalam perawatan untuk identifikasi resiko 4
4. Diagnosa IV : Ansietas berhubungan dengan akan dilakukan prosedur operasi.
a. Mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas 4
b. Menunjukan teknik relaksasi untuk mengontrol cemas 4
c. Mencari informasi untuk menurunkan cemas 4
d. Postur tubuh, ekspresi, dan tingkat aktivitas menunjukan 4
e. berkurangnya kecemasan. 4
5. Diagnosa V: Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi mengenai pengobatan dan penatalaksanaan perawatan di rumah.
a. Mengenal tentang penyakit 4
b. Menjelaskan proses penyakit 4
c. Menjelaskan penyebab/faktor yang berhubungan 4
d. Menjelaskan faktor resiko 4
e. Menjelaskan komplikasi dari penyakit 4
f. Menjelaskan tanda dan gejala penyakit 4
Post Operasi
1. Diagnosa I Nyeri ( akut ) berhubungan dengan agen cedera fisik.
a. Laporkan adanya nyeri 4
b. Kaji frekuensi nyeri 4
c. Lamanya nyeri berlangsung 4
d. Ekspresi wajah terhadap nyeri 4
e. Kegelisahan 4
f. Perubahan TTV 4
g. Mengenal faktor penyebab 4
h. Mengenal serangan nyeri 4
i. Gunakan tindakan preventif 4
j. Gunakan tindakan pertolongan non analgetik 4
k. Gunakan analgetik yang tepat 4
2. Diagnosa II : Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
a. Mengukur tanda dan gejala yang mengindikasikan infeksi 4
b. Berpartisipasi dalam perawatan kesehatan 4
c. Mampu mengidentifikasi potensial resiko 4
d. Pengetahuan tentang adanya risiko infeksi 4
e. Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan 4
f. Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi 4
g. Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko 4
h. Penggunaan pelayanan kesehatan yang sesuai 4
3 Diagnosa III : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
a. Keseimbangan penampilan 4
b. Memposisikan tubuh 4
c. Gerakan otot 4
d. Gerakan sendi 4
e. Ambulasi : jalan 4
f. Ambulasi kursi roda 4
4. Diagnosa IV: Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
g. Sensasi normal 4
a. Elastisitas normal 4
b. Warna normal 4
c. Texture normal 4
d. Jaringan bebas lesi 4
e. Adanya pertumbuhan rambut di kulit 4
f. Kulit utuh 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar