Minggu, 24 Mei 2009

LAPORAN PENDAHULUAN


A. PENGERTIAN
1. Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman, 1992)
2. Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodic dan paroksismal disertai nada yang meninggi. (Rampengan, 1993)
3. Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh Bordetella pertusis, nama lain penyakit ini adalah tussis quirita, whooping coagh, batuk rejan. (Mansjoer, 2000)
4. Pertusis adalah penyakit infeksi yang ditandai dengan radang saluran nafas yang menimbulkan erangan batuk panjang yang bertubi-tubi, berakhir dengan inspirasi berbising. (Ramali, 2003)
5. Pertusis adalah infeksi bakteri pada saluran pernafasan yang sangat menular dan menyebabkan batuk yang biasanya diakhiri dengan suara pernapasan dalam bernada tinggi atau melengking. (www.medicastore.come)

B. ETIOLOGI
Pertusis biasanya disebabkan diantaranya sebagai berikut :
Bordetella pertussis (Hemophilis pertusis).
Suatu penyakit sejenis telah dihubungkan dengan infeksi oleh bordetella para pertusis, B. Bronchiseptiea dan virus.
Adapun cirri-ciri organisme ini antara lain :
1. Berbentuk batang (coccobacilus)
2. Tidak dapat bergerak
3. Bersifat gram negative.
4. Tidak berspora, mempunyai kapsul
5. Mati pada suhu 55 º C selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º- 10º C)
6. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik
7. Tidak sensitive terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap penicillin
8. Menghasilkan 2 macam toksin antara lain :
a. Toksin tidak yahan panas (Heat Labile Toxin)
b. Endotoksin (lipopolisakarida)

C. PATOFISIOLOGI
Peradangan terjadi pada lapisan mukosa saluran nafas. Dan organisme hanya akan berkembang biak jika terdapat kongesti dan infiltrasi mukosa berhubungan dengan epitel bersilia dan menghasilkan toksisn seperti endotoksin, perttusinogen, toxin heat labile, dan kapsul antifagositik, oleh limfosist dan leukosit untuk polimorfonuklir serta penimbunan debrit peradangan di dalam lumen bronkus. Pada awal penyakit terjadi hyperplasia limfoid penbronklas yang disusun dengan nekrosis yang mengenai lapisan tegah bronkus, tetapi bronkopnemonia disertai nekrosis dan pengelupasan epitel permukaan bronkus. Obstruksi bronkhiolus dan atelaktasis terjadi akibat dari penimbunan mucus. Akhirnya terjadi bronkiektasis yang bersifat menetap.
Cara penularan:
Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan-percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin. Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan yang dicemari kuman-kuman penyakit tersebut. Tanpa dilakukan perawatan, orang yang menderita pertusis dapat menularkannya kepada orang lain selama sampai 3 minggu setelah batuk dimulai.

D. MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi 7-14 hari, penyakit berlangsung 6-8 minggu atau lebih dan berlangsung dalam 3 stadium yaitu :
Stadium kataralis / stadium prodomal / stadium pro paroksimal
a. Lamanya 1-2 minggu
b. Gejala permulaannya yaitu timbulnya gejala infeksi saluran pernafasan bagian atasyaitu timbulnya rinore dengan lender yang jernih.
1) Kemerahan konjungtiva, lakrimasi
2) Batuk dan panas ringan
3) Anoreksia kongesti nasalis
c. Pada tahap ini kuman paling mudah di isolasi
d. Selama masa ini penyakit sulit dibedakan dengan common cold
e. Batuk yang timbul mula-mula malam hari, siang hari menjadi semakin hebat, sekret pun banyak dan menjadi kental dan lengket.
Stadium paroksimal / stadium spasmodic
a. Lamanya 2-4 minggu
b. Selama stadium ini batuk menjadi hebat ditandai oleh whoop (batuk yang bunyinya nyaring) sering terdengar pada saat penderita menarik nafas pada akhir serangan batuk. Batuk dengan sering 5 – 10 kali, selama batuk anak tak dapat bernafas dan pada akhir serangan batuk anak mulai menarik nafas denagn cepat dan dalam. Sehingga terdengar bunyi melengking (whoop) dan diakhiri dengan muntah.
c. Batuk ini dapat berlangsung terus menerus, selama beberapa bulan tanpa adanya infeksi aktif dan dapat menjadi lebih berat.
d. Selama serangan, wajah merah, sianosis, mata tampak menonjol, lidah terjulur, lakrimasi, salvias dan pelebaran vena leher.
e. Batuk mudah dibangkitkan oleh stress emosional missal menangis dan aktifitas fisik (makan, minum, bersin dll)
Stadium konvaresens
1. Terjadi pada minggu ke 4 – 6 setelah gejala awal
2. Gejala yang muncul antara lain :
a. batuk berkurang
b. nafsu makan timbul kembali, muntah berkurang
c. anak merasa lebih baik
d. pada beberapa penderita batuk terjadi selama berbulan-bulan akibat gangguan pada saluran pernafasan.



E. KOMPLIKASI
A. Pada saluran pernafasan
1. Bronkopnemonia
Infeksi saluran nafas atas yang menyebar ke bawah dan menyebabkan timbulnya pus dan bronki, kental sulit dikeluarkan, berbentuk gumpalan yang menyumbat satu atau lebih bronki besar, udara tidak dapat masuk kemudian terinfeksi dengan bakteri.
Paling sering terjadi dan menyebabkan kematian pada anak dibawah usia 3 tahun terutama bayi yang lebih muda dari 1 tahun. Gejala ditandai dengan batuk, sesak nafas, panas, pada foto thoraks terlihat bercak-bercak infiltrate tersebar.
2. Otitis media / radang rongga gendang telinga
Karena batuk hebat kuman masuk melalui tuba eustaki yang menghubungkan dengan nasofaring, kemudian masuk telinga tengah sehingga menyebabkan otitis media. Jika saluran terbuka maka saluran eustaki menjadi tertutup dan jika penyumbat tidak dihilangkan pus dapat terbentuk yang dapat dipecah melalui gendang telinga yang akan meninggalkan lubang dan menyebabkan infeksi tulang mastoid yang terletak di belakang telinga.
3. Bronkhitis
Batuk mula-mula kering, setelah beberapa hari timbul lender jernih yang kemudian berubah menjadi purulen.
4. Atelaktasis
Timbul akibat lender kental yang dapat menyumbat bronkioli.
5. Emphisema Pulmonum
Terjadi karena batuk yang hebat sehingga alveoli pecah dan menyebabkan adanya pus pada rongga pleura.
6. Bronkhiektasis
Terjadi pelebaran bronkus akibat tersumbat oleh lender yang kental dan disertai infeksi sekunder.
7. Aktifitas Tuberkulosa
8. Kolaps alveoli paru akibat batuk proksimal yang lama pada anak-anak sehingga dapat menebabklan hipoksia berat dan pada bayi dapat menyebabkan kematian mendadak.
B. Pada saluran pencernaan
1. Emasiasi dikarenakan oleh muntah-muntah berat.
2. Prolapsus rectum / hernia dikarenakan tingginya tekanan intra abdomen.
3. Ulkus pada ujung lidah karena tergosok pada gigi atau tergigit pada saat batuk.
4. Stomatitis.
C. Pada system syaraf pusat
Terjadi karena kejang :
1) Hipoksia dan anoksia akibat apneu yang lama
2) Perdarahan sub arcknoid yang massif
3) Ensefalopat, akibat atrof, kortika yang difus
4) Gangguan elektrolit karena muntah
Komplikasi lain :
1) Hemaptisis akibat batuk yang hebat sehingga menyebabkan tekanan venous meningkat dan kapiler pecah
2) Epistaksis dan perdarahan sub konjungtiva
3) Malnutrisi karena anoreksia dan infeksi sekunder











F. PATHWAY

Virus / bakteri
Bordetella pertusis

Infeksi saluran pernafasan Pengeluaran endotoksin
Bagian atas

Menyerang hipotalamus
Pembengkakan sub Akumulasi secret disaluran
Peningkatan suhu Mukosa hidung pernafasan bagian atas

Vasodilatasi
Pembuluh darah
hidung

Pola nafas
Tidak efektifInfiltrasi leukosit Reflek batuk
Dan sel epitel
superfisial

Timbul secret

Hidung tersumbat Muntah
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
Cemas
Kurang tidur
Resiko tinggi
Kekurangan cairan







G. PENATALAKSANAAN
Anti mikroba
Pemakai obat-obatan ini di anjurkan pada stadium kataralis yang dini. Eritromisin merupakan anti mikroba yang sampai saat ini dianggap paling efektif dibandingkan dengan amoxilin, kloramphenikol ataupun tetrasiklin. Dosis yang dianjurkan 50mg/kg BB/hari, terjadi dalam 4 dosis selama 5-7 hari.
Kortikosteroid
a. Betametason oral dosis 0,075 mg/lb BB/hari
b. Hidrokortison suksinat (sulokortef) I.M dosis 30 mg/kg BB/ hari kemudian diturunkan perlahan dan dihentikan pada hari ke-8
c. Prednisone oral 2,5 – 5 mg/hari
Berguna dalam pengobatan pertusis terutama pada bayi muda dengan seragan proksimal.
Salbutamol
Efektif terhadap pengobatan pertusis dengan cara kerja :
a. Beta 2 adrenergik stimulan
1) Mengurangi paroksimal khas
2) Mengurangi frekuensi dan lamanya whoop
3) Mengurangi frekuensi apneu
b. Terapi suportif
1) Lingkungan perawatan penderita yang tenang
2) Pemberian makanan, hindari makanan yang sulit ditelan, sebaiknya makanan cair, bila muntah diberikan cairan dan elektrolit secara parenteral
3) Pembersihan jalan nafas
4) Oksigen

I. PENCEGAHAN
Diberikan vaksin pertusis yang terdiri dari kuman bordetella pertusis yang telah dimatikan untuk mendapatkan imunitas aktif. Vaksin ini diberikan bersama vaksin difteri dan tetanus. Dosis yang dianjurkan 12 unit diberikan pada umur 2 bulan. Kontra indikasi pemberian vaksin pertusis :
1. Panas lebih dari 33ºC
2. Riwayat kejang
3. Reaksi berlebihan setelah imunisasi DPT sebelumnya misalnya: suhu tinggi dengan kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilatik lainnya.





BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
PERTUSIS

I. PENGKAJIAN
Anamnese
1. Riwayat alergi dalam keluarga, gangguan genetic.
2. Riwayat pasien dengan disfungsi pernapasan sebelumnya, bukti terbaru penularan terhadap infeksi, allergen/iritan lain, trauma.
3. Adanya kontak dengan penderita pertusis.
4. Riwayat vaksinasi.
Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas / istirahat
DS : Gangguan istirahat tidur, malaise.
DO : Lesu, pucat, lingkar mata kehitam-hitaman.
b. Sirkulasi
DS : -
DO : Tekanan darah normal / sedikit menurun, takikardi, peningkatan suhu.
c. Eliminasi
DS : BAB dan BAK normal
DO : BB menurun, turgor kulit kurang, membrane mukosa kering.
d. Makanan dan cairan
DS : Sakit kepala, pusing.
DO : Gelisah
e. Nyeri / kenyamanan
DS : Batuk pada malam hari dan memberat pada siang hari.
DO : Mata tampak menonjol, wajah memerah / sianosis, lidah terjulur dan pelebaran vena leher saat serangan batuk.
f. Pernafasan
DS : Batuk Pilek
DO :
- Bunyi nyaring (whoop) saat inspirasi.
- Penumpukan lender pada trachea dan nasopharing
- Penggunaan otot aksesorus pernafasan.
- Sputum atau lender kental.
Tahap Tumbuh Kembang
Berdasarkan perkembangan menurut DDST (Denver Developmental Screening Test)
Pemeriksaan penunjang :
a) Pembiakan lendir hidung dan mulut.
b) Pembiakan apus tenggorokan.
c) Pembiakan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang ditandai sejumlah besar limfosit, LEE tinggi, jumlah leukosit antara 20.000-50.000 sel / m³darah.
d) Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertusis.
e) Tes ELISA (Enzyme – Linked Serum Assay) untuk mengukur kadar secret Ig A.
f) Foto roentgen dada memeperlihatkan adanya infiltrate perihilus, atelaktasis atau emphysema.

II. ANALISA DATA
No
Data
Problem
Etiologi
1.
DS : Batuk, pilek
DO :
- Sputum / lendir kental
- Penumpukan leher pada trachea dan nasopharing.
- Bunyi nafas nyaring (whoop).
- Penggunaan otot aksesorius pernafasan.
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Banyaknya mucus
2.
DS : anoreksia, mual muntah
DO : muntah, turgor kulit kering, takikardi, penurunan BB, membrane mukosa kering.
Kekurangan volume cairan
Kehilangan volume cairan secara aktif : muntah
3.
DS : gangguan istirahat tidur, malaise.
DO : lesu, pucat, lingkar mata kehitam-hitaman.
Gangguan pola istirahat tidur
Aktivitas batuk
4.
DS : respon verbal takut
DO : gelisah, menangis
Cemas
Perubahan status kesehatan

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan banyaknya mukus.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan aktifitas batuk.
Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

IV. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan banyaknya mucus.
Tujuan NOC: status ventilasi saluran pernafasan baik, dengan cara mampu membersihkan secret yang menghambat dan menjaga kebersihan jalan nafas.
Kriteria hasil :
1. Rata-rata pernafasan normal
2. Sputum keluar dari jlan nafas
3. Pernafasan menjadi mudah
4. Bunyi nafas normal
5. Sesak nafas tidak terjadi lagi
NIC
1. Monitor rata-rata irama, kedalaman, dan usaha untuk bernafas.
2. Monitor suara pernafasan, seperti mendengkur.
3. Monitor pernafasan pasien mengenai secret / mucus.
4. Monitor kemampuan pasien untuk batuk efektif.
5. Catat seberapa sering karaktristik dan durasi batuk.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif.
Tujuan NOC :
Terjadi keseimbangan cairan dalam tubuh.
Kriteria Hasil :
1. tekanan darah normal
2. tekanan arteri normal
3. tekanan vena pusat normal
4. berat badan stabil
5. turgor kulit baik
6. membrane mukosa lembab
7. tidak terdapat asites
NIC :
1. Monitor abnormal serum elektrolit jika tersedia.
2. Monitor manifestasi ketidakseimbangan elektrolit
3. Berikan cairan yang sesuai
4. Pertahankan intake yang akurat dan catat hasil pengeluaran
5. Monitor respon pasien untuk menentukan terapi elektrolit
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan aktifitas batuk.
Tujuan NOC :
Pasien dapat tidur
Kriteria Hasil :
1. Jam tidur setiap harinya tetap
2. Pola tidur normal
3. Kualitas tidur baik
4. tanda-tanda vital normal
5. kebiasaan tidur siang teratur
NIC :
1. Tetapkan pola aktifitas tidur pasien
2. Tentukan pengaruh dari pengobatan terhadap pola tidur pasien
3. Monitor pola tidur pasien dan berapa lama atau frekuensi tidur pasien
4. Monitor pola tidur pasien dan catat tanda-tanda fisik (sesak pada saat tidur, obstruksi pernafasan, nyeri atau ketidaknyamanan dan frekuensi urine) serta tanda-tanda psikologi (ketakutan, kecemasan).
5. Atur lingkungan seperti lampu, suara, suhu, tempat tidur, untuk keamanan tidur.
4. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan NOC :
Pasien dapat menghilangkan atau mengontrol kecemasannya.
Kriteria Hasil :
1. Intensitas kecemasan berkurang
2. Mampu menggunakan strategi koping yang efektif
3. Mampu mengontrol respon kecemasan
4. Mampu menghilangkan tanda-tanda infeksi
5. Identifikasi ketika tingkat kecemasan berubah
NIC :
1. Atur lingkungan yang tenang untuk menenangkan hati pasien.
2. Hilangkan perasaan curiga atau dugaan terhadap perilaku pasien
3. Dengarkan crita pasien dengan penuh perhatian.
4. Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan kecemasan.
5. Identifikasi ketika tingkat kecemasan berubah.

V. EVALUASI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan banyaknya mucus.
1. Rata-rata pernafasan normal
2. Sputum keluar dari jlan nafas
3. Pernafasan menjadi mudah
4. Bunyi nafas normal
5. Sesak nafas tidak terjadi lagi

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif.
1. tekanan darah normal
2. tekanan arteri normal
3. tekanan vena pusat normal
4. berat badan stabil
5. turgor kulit baik
6. membrane mukosa lembab
7. tidak terdapat asites

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan aktifitas batuk.
1. Jam tidur setiap harinya tetap
2. Pola tidur normal
3. Kualitas tidur baik
4. tanda-tanda vital normal
5. kebiasaan tidur siang teratur

4. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
1. Intensitas kecemasan berkurang
2. Mampu menggunakan strategi koping yang efektif
3. Mampu mengontrol respon kecemasan
4. Mampu menghilangkan tanda-tanda infeksi
5. Identifikasi ketika tingkat kecemasan berubah











DAFTAR PUSTAKA


Surradi, Yuliani Rita. (2001). Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta : PT. Fajar Interpratama.
Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit edisi II. Jakarta : Salemba Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2006). Pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakarta : EGC.
Short, Jonn Rendle, dkk. (1994). Ikhtisar penyakit anak.. Jakarta : PT. Binarua Aksara.
Republika. (2003). Pertusis. Terdapat pada http://www.republika.co.id.
RS Mitra Kemayoran. (2007). DPT. Terdapat pada http://www.mitrakeluarga.com.

1 komentar: