Minggu, 24 Mei 2009

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
1. Osteomielitis adalah infeksi tulang ( Smeltzer, Suzzane C. Ed.8 ).
2. Osteomielitis adalah infeksi tulang yang digunakan oleh bakteri, tapi kadang-kadang disebabkan oleh jamur (Harnawatiaj, 2008).
3. Osteomielitis adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan infeksi tulang (handout pak Asrin)

B. Klasifikasi
Menurut FKUI (1995), klasifikasi osteomelitis adalah :
1. Osteomielitis akut
2. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi local yang berjalan dengan cepat.
3. Osteomielitis kronik
4. Adalah akiabt dari osteomielitis akut yang tidak ditangani dengan baik.

C. Etiologi
Etiologi menurut Harnawatiaj, 2008 yaitu :
1. Staphylococcus aureus hemolitikus ( koagulasi positif ) sebanyak 90 % dan jarang oleh streptococcus hemolitikus.
2. Haemophylus influenza ( 50 % ) pada anak-anak dibawah umur 4 tahun.
3. Organisme yang lain seperti : bakteri coli, salmonella thyposa, dan sebagainya.
4. Penyakit-penyakit infeksi lain, trauma.

D. Patofisiologi
Menurut Smeltzer,Suzanne (2001), Staphylococcus aureus merupakan penyebab terbesar infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada osteomielitis meliputi Haemophylus influenza, bakteri colli, salmonella thyposa, proteus, pseudomonas. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobic.
Awitan osteomilitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama ( akut fulminan stadium 1 ) dan sering berhubungan dengan penumplukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat ( stadium 2 ) terjadi antara 4-24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama ( stadium 3 ) biasanya akibat penebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respons inisial tahap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan faskularisasi dan edema, setelah 2 atau 3 hari, thrombosis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan tekanan jaringan dan medulla. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi disekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan, namun yang lebih sering harus dilakuka insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbenutk dalam dindingnyaterbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang mati ( sequestrum ) tidak mudah mencair dan mengalir ke luar. Rongga tidak dpat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan luka baru ( involukrum ) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan namun sequestrum infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.














E.
penyakit infeksi lain, trauma
bakteri coli, salmonella thyposa
Haemophylus influenza
Staphylococcus aureus hemolitikusPathway Keperawatan
Serangan kuman patogen
Tulang & jaringan sekitar terinfeksi
Osteomielitis
Gangguan Intergritas Kulit
Penurunan Perfusi Jaringan
Nyeri
Kerusakan Mobilitas Fisik
Peningkatan vaskularisasi dan terjadi edema
Trombosis terjadi dalam beberapa hari
Penyebaran infeksi ke jaringan lunak / sendi
Terbentuk abses tulang
Resiko Infeksi
Insisi dan drainase
Kurang Pengetahuan
Gangguan citra Tubuh
Jaringan tulang mati
Kekuatan tulang berkurang
Tulang rapuh
Resiko Cedera
Cemas
Nyeri
Gangguan mobilitas fisik
Amputasi



















F. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis osteomielitis tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit, dapat berkembang secara progresif / cepat.
Menurut sumber Perpustakaan Nasional: KDT. 1998 .Manifestasi klinisnya ialah:
1. Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia : menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat, dan malaise umum.
Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum tulang ke korteks tulang akan mengenai periosteum dan jaringan lunak dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkok, dan sangat nyeri tertekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdaya yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
2. Jika osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi disekitarnya atau kontaminasi langsung. Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri, dan nyeri tekan.
3. Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran.
Osteomielitis tibia kronik.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut handout Pak Asrin, pemeriksaan penunjang pada osteomielitis adalah :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a Hitung sel darah merah : meningkat
b Hitung sel darah putih : 2 kali meningkat dari normal
c Kondisi kronik : sering normal / naik sedikit
d Rata-rata pengendapan sel-sel darah putih : awal mungkin normal, meningkat dalam perkembangan penyakit
e Kultur darah : kalau ada bakterimia (50% positif).
2. Pemeriksaan radiografi
Radiografi tidak dapat membantu sepenuhnya sering terjadi kesalahan interpretasi pada minggu-minggu awal.
3. Tes diagnostic yang lain
a Scanning tulang (90% teridentifikasi)
b CT San
Osteomielitis Kronik
c Biopsy tulang : definitif diagnose.
Sedangkang menurut Harnawatiaj, 2008, pemeriksaan diagnostic yang dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat disertai peningkatan laju endap darah.
2. Kultur darah dan kultur abses
Untuk menentukan jenis antibiotic yang sesuai.
3. Pemeriksaan liter antibody-antistaphylococcus
Untuk menuntukan bakteri dan diikuti dengan uji sensitivitas.
4. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri salmonella.
5. Pemeriksaan biopsi tulang
6. Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
7. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah 2 minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.
Pada ostemiletis akut, pemeriksaan sinar x awal hanya menunjukkan pembengkkaan jaringan lunak, pada sekitar 2 minggu terhadap daerah dekalsivikasi ireguler, nekrosis tulang, pengangkatan periosteum dan pembentukan tulang baru.
8. Pemindahan tulang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi area infeksi.
H. Komplikasi
Komplikasi menurut Dr. Rendra Leonas,SpBO adalah:
1. Komplikasi dini:
a Septicemia
b Pembentukan abses
c Septic arthritis
2. Komplikasi lanjut:
a Osteomielitis kronis
b Fraktur patologis
c Kontraktur sendi
d Gangguan pertumbuhan tulang
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Harnawatiaj, 2008 yaitu :
1. Daerah yang terkena harus di imobilisasi untuk mengurangi ketidaknyaman dan mencegah terjadinya fraktur, istirahat lokal dengan bidai / traksi.
2. Istirahat dan pemberiaan analgetik untuk menghilangkan nyeri.
3. Pemberian antibiotic secepatnya sesuai penyebab.
4. Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika maka dilakukan drainase bedah.
Menurut FKUI (1995), penatalaksanaan pada kasus osteomielitis adalah :
Penatalaksanaan osteomielitis akut ialah:
1. Perawatan di rumah sakit
2. Pengobatan suportif dengan pemberian infus dan antibiotika
3. Pemeriksaan biakan darah
4. Antibiotika yang efektif terhadap gram negative maupun gram positif (broad spectrum) diberikan langsung tanpa menunggu hasil biakan darah, dan dilakukan secara parenteral selama 3-6 minggu.
5. Immobilisasi anggota gerak yang terkena
6. Tindakan pembedahan.
Banyak peneliti yang melakukan tindakan pembedahan pencegahan seperti yang dilakukan oleh TRUETA dengan alasan:
1. Dapat menegakkan diagnosis dan untuk pemeriksaan sensitifitas.
2. Mengurangi gangguan vaskularisasi yang disebabkan oleh penekanan.
3. Mengurangi rasa sakit dangan melakukan dekompresi terhadap jaringan yang terinfeksi.
Menurut FKUI, pembedahan pencegahan ini tidak memberi hasil memuaskan dan tindakan bedah sebaiknya dilakukan bila telah teraba suatu abses.
Osteomielitis kronik tidak dapat sembuh sempurna sebelum semua jaringan yang mati disingkirkan. Antibiotika dapat diberikan secara sistemik atau lokal.
Indikasi untuk malakukan tindakan pembedahan ialah:
1. Adanya sequester
2. Adanya abses
3. Rasa sakit yang hebat
4. Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma epidermoid).
Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involucrum telah cukup kuat: mencegah terjadimya fraktur paska pembedahan.
Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh:
1. Pemberian antibiotika yang tidak sesuai dengan mikro organism penyebab.
2. Dosis tidak adekuat
3. Lama pemberian tidak cukup
4. Timbulnya resistensi
5. Kesalahan hasil biakan (laboratorium)
6. Antibiotika antagonis
7. Kesalahan diagnostic






ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN OSTEOMIELITIS

A. Pengkajian
Menurut Harnawatiaj, 2008 pengkajian yang dilakukan adalah :
1. Riwayat Keperawatan
a. Umur
b. Riwayat penggunaan obat
c. Infeksi yang pernah terjadi sebelumnya
d. Pernah tidaknya trauma
e. Tindakan operasi khussusnya operasi tulang
f. Kondisi medis sekarang : luka bakar, trauma, pembedahan.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Panas, diatas 38ÂșC
b. Daerah yang terinfeksi membengkak, lembek bila dipalpasi
c. Eritema atau kemerahan dan hangat
d. Takhikardi
e. Irritabel
f. Bernanah
g. Nyeri tulang

3. Riwayat psikososial
a. Ketakutan / khawatir sakitnya tidak dapat sembuh
b. Takut diamputasi
c. Gangguan hubungan dalam keluarga dan pekerjaan
d. Gangguan dalam kehidupan sosial
e. Gangguan konsep diri

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa pre-operasi
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik ( inflamasi dan pembengkakan)
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi, dan keterbatasan menahan beban berat badan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang.
4. Resiko cedera berhubungan dengan rapuhnya tulang, kekuatan tulang yang berkurang.
5. Kurang pengetahuan tentang regimen pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
6. Kecemasan berhubungan dengan tindakan pembedahan dan kemungkinan dilakukannya amputasi.
7. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi.
8. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi, luka, atau ulserasi.
Diagnosa post-operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik (pembedahan)
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri post pembedahan,luka post pembedahan.
3. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan pembedahan (amputasi).

C. Rencana Tindakan Keperawatan
Pre-operasi
Dx I : Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
NOC: Perilaku Mengendalikan Nyeri
Tujuan: Diharapkan nyeri pasien hilang atau berkurang.
Tujuan : Setelah dilakukkan tindakan keperawatan penatalaksanaan nyeri selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri berkurang dengan sering menunjukkan prilaku mengendalikan pada skala 4
Kriteria Hasil:
a. Ekspresi nyeri lisan / pada wajah
b. Kegelisahan / ketegangan otot
c. Posisi tubuh melindungi
d. Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-analgesik secara tepat.
e. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 5 atau kurang

Skala :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Penatalaksanaan Nyeri
a. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensifmeliputi lokasi, karakteristik, durasi/awitan, frekuensi, kualitas, intensitas, atau keparahan nyeri dan faktor presipitasinya.
b. Minta pasien untuk menilai nyeri / ketidaknyamanan pada skala 0-10, 10= tidak ada nyeri, 0=nyeri yang sangat-sangat dapat juga dengan gambar alur nyeri untk anak-anak.
c. Observasi isyarat ketidaknyamanan non verbal khususnya pada mereka yang tidak mampu mengkomunikasikannya secara efektif.
d. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (contoh : relaksasi, distraksi, terapi bermain) sebelum, setelah dan jika memungkinkan semala aktivitas yang menyakitkan sebelum nyeri terjadi / meningkat dan selama penggunaan tindakan pengurangan nyeri yang lain.
e. Pastikan pemberian analgesika prapenanganan dan atasi strategi non farmakologis sebelum dilakukan prosedur yang menimbulkan nyari.

Dx II : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi, dan keterbatasan menahan beban berat badan.
NOC: Tingkat Mobilitas
Tujuan: Setelah dilakukkan tindakan keperawatan perubahan posisi selama 3 x 24 jam diharapkan mobilitas pasien adekuat dengan sering menunjukkan prilaku mengendalikan pada skala 4
Kriteria Hasil:
a. Penampilan seimbang
b. Pergerakan sendi dan otot
c. Melakukan perpindahan
d. Meminta bantuan untuk aktivitas mobilitas, jika diperlukan
Skala :
1. Ketergantungan
2. Membutuhkan bantuan orang lain dan alat
3. Membutuhkan bantuan orang lain
4. Mandiri dengan pertolongan alat bantu
5. Mandiri penuh
NIC: Perubahan Posisi
1. Pantau ketepatan pemasangan traksi
2. Letakkan matras / tempat tidur terapeutik dengan benar
3. Atur posisi pasien dengan postur tubuh yang benar
4. Letakkan pada posisi terapeutik ( misal ; hindari penempatan puntung amputasi pada posisi fleksi, tinggikan baian tubh yang terkena, jika diperlukan, imobilisasi / sangga bagi tubuh yang terkena).
5. Dukung latihan ROM aktif.

Dx III : Resiko terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang.
NOC: Pengendalian Resiko
Tujuan: Setelah dilakukkan tindakan keperawatan pengendalian infeksi selama 3 x 24 jam diharapkan infeksi tidak terjadi dengan sering menunjukkan prilaku mengendalikan pada skala 4
Kriteria hasil:
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukkan hygiene pribadi yang adekuat
c. Menghindari penjalaran terhadap ancaman kesehatan
Keterangan Skala :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Pengendalian Infeksi
a. Pantau tanda/gejala infeksi (,isalnya suhu tubuh, denyut jantung, penampilan luka, sekresi urin, suhu kulit, lesi kulit, keletihan, malaise).
b. Berikan terapi antibiotik, bila diperlukan.
c. Ajarkan teknik mencuci tangan dengan benar.
d. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tanda/gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya ke pusat kesehatan.
e. Pertahankan teknik isolasi, bila diperlukan.
Dx IV : Resiko cedera berhubungan dengan rapuhnya tulang, kekuatan tulang yang berkurang.
NOC: Pengendalian Resiko
Tujuan: Setelah dilakukkan tindakan keperawatan mencegah jatuh selama 3 x 24 jam diharapkan cedera tidak terjadi dengan sering menunjukkan prilaku mengendalikan pada skala 4
Kriteria hasil:
a. Menghindari cedera fisik.
b. Pasien dan keluarga memilih permainan yang aman.
c. Pasien dan keluarga mampu mengidentifikasi risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap cedera.
d. Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko.
Keterangan Skala :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Mencegah Jatuh
a. Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan, misal : defisit motorik / sensorik (berjalan dan keseimbangan).
b. Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan resiko jatuh (lantai licin, karpetyang sobek, anak tangga berlubang).
c. Persiapakan lingkungan yang aman (misalnya meniadakan ketidakteraturan dan tumpahan penempatan pegangan tangan, penggunaan tikar karet, pegangan tangan dikamar mandi).
d. Anjurkan pasien dan keluarga untuk memilih permainan yang aman.
e. Naikkan penghalang tidur bila perawat berada disamping anak.

Dx V : Kurang pengetahuan tentang regimen pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
NOC : Knowledge: Proses Penyakit
Tujuan: Setelah dilakukkan tindakan keperawatan pengetahuan proses penyakit selama 1 x 24 jam diharapkan pasien dan keluarganya dapat mengerti / lebih paham mengenai proses penyakit dan pengobatannya dengan sering menunjukkan prilaku mengendalikan pada skala 4
Kriteria Hasil :
a. Mengidentifikasi keperluan untuk penambahan informasi perawatan anak
b. Menjelaskan proses penyakit
c. Menjelaskan sebab atau faktor yang mempengaruhi
d. Kolaborasi aktif dengan tim kesehatan dalam pengobatan anaknya
Skala : 1 : Tidak mengetahui
2 : Terbatas pengetahuannya
3 : Sedikit mengetahui
4 : Banyak pengetahuannya
5 : Intensif atau mengetahuinya secara kompleks
NIC : Pengatahuan Proses Penyakit
a. Cek keakuratan umpan balik untuk memastikan pasien memahami penanganan yang dianjurkan dan informasi yang relevan lainya.
b. Tentukan kebutuhan pengajaran pasien dan keluarga
c. Lakukan penilaian tingkat pengetahuan pasien dan keluarga dan pahami isinya (misal : pengetahuan atas prosedur / penanganan yang dianjurkan)
d. Tentukan motivasi pasien untuk mempelajari informasi-informasi yang khusus (contoh : mempercayai kesehatan, ketidakpatuhan, pengalaman buru dengan perawatan kesehatan)
e. Mengikutsertakan keluarga/anggota keluarga jika memungkinkan
f. Merencanakan penyesuaian dalam penanganan bersama pasien dan dikter untuk menfasilitasi kemampuan pasien mengikuti penangann yang dianjurkan.

Dx VI : Kecemasan berhubungan dengan kemungkinan tindakan dalam pembedahan dan kemungkinan dilakukannya amputasi.
NOC : Kontrol Cemas
Tujuan : Setelah dilakukkan tindakan keperawatan pengurangan cemas selama 3 x 24 jam diharapkan kecemasan pasien berkurang atau hilang dengan sering menunjukkan prilaku mengendalikan pada skala 4
apkan kecemasan hilang atau berkurang.
Kriteria hasil :
a. Ansietas berkurang
b. Melaporkan tak ada manifestasi kecemasan secara fisik
c. Memanifestasi perilaku akibat kecemasan tidak ada
d. Tidak menuhjukkan perilaku agresif
Skala : 1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Pengurangan Cemas
1. Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatmen dan prognosis.
2. Tetap damping pasien untuk menjaga keselamatan pasien dan mengurangi ansietas
3. Instruksikan pasien untuk melakukan ternik relaksasi
4. Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan ansietas.
Dx VII : Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan inflamasidan infeksi.
NOC : Perfusi jaringan : Perifer
Tujuan : Setelah dilakukkan tindakan keperawatan penatalaksanaan perfusi jaringan selama 3 x 24 jam diharapkan perfusi jaringan dalam batas normal dengan sering menunjukkan prilaku mengendalikan pada skala 4.
Kriteria hasil :
a. Denyut proksimal dan perifer distal kuat dan simetris
b. Tingkat sensasi normal
c. Fungsi otot utuh
d. Kulit utuh, warna normal
e. Suhu ekstremitas hangat
f. Tidak ada nyeri ekstremitas yang terlokalisasi
Skala : 1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak terganggu
NIC : Pengurangan Cemas
1. Melakukan sirkulasi perifer secara komprehensif (misal : periksa nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna dan suhu ekstremitas)
2. Kaji tingkat rasa tidak nyaman / nyeri
3. Memberikan pengobatan antitrombosit / antikoagulan, jika diperlukan
4. Rendahkan ekstremitas untuk meningkatkan sirkulasi arteri dengan tepat
5. Anjurkan latihan rentang gerak aktif/pasif selama tirah baring, jika diperlukan.

Dx VIII : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi, luka, atau ulserasi.
NOC : Intergritas Jaringan
Tujuan : Setelah dilakukkan tindakan keperawatan perawatan luka selama 3 x 24 jam diharapkan integritas jaringan kulit klien baik dengan sering menunjukkan prilaku mengendalikan pada skala 4.
Kriteria hasil :
a. Suhu, elastisitas, hidrasi, pigmentasi, dan warna jaringan dalam rentang yang diharapkan
b. Terbebas dari adanya lesi jaringan
c. Keutuhan kulit
Skala : 1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak terganggu
NIC : Perawatan Luka
1. Inspeksi luka pada setiap penggantian balutan.
a) Lokasi, luas, dan kedalaman luka.
b) Karakteristik serta adanya eksudat, termasuk kekentalan, warna dan bau.
c) Ada tidaknya jaringan nekrotik.
d) Ada tidaknya tanda-tanda infeksi luka local (misal nyeri palpasi, edema, prurutus, indurasi, hangat, bau busuk, dan eksudat).
2. Catat karakteristik luka meliputi :
3. Ajarkan pasien atau keluarga tentang prosedur perawatan luka.
4. Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein, mineral, kalori, dan vitamin.
5. Lakukan perawatan luka / kulit secara rutin meliputi tindakan berikut :
a) Miringkan dan atur posisi kembali pasien secara sering.
b) Pertahankan jaringan sekitar terbebas dari drainase dan kelembaban yang berlebihan.
c) Lindungi pasien dari luka lain dan ekskresi selang drain.

Post-operasi
Dx I : Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan post pembedahan
NOC: Perilaku Mengendalikan Nyeri
Tujuan: Setelah dilakukkan tindakan keperawatan penatalaksanaan nyeri selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri berkurang dengan sering menunjukkan prilaku mengendalikan pada skala 4
Kriteria Hasil:
a. Ekspresi nyeri lisan / pada wajah
b. Kegelisahan / ketegangan otot
c. Poisis tubuh melindungi
d. Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-analgesik secara tepat.
e. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 5 atau kurang
Skala :
Tidak pernah menunjukkan
Jarang menunjukkan
Kadang menunjukkan
Sering menunjukkan
Selalu menunjukkan
NIC: Penatalaksanaan Nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensifmeliputi lokasi, karakteristik, durasi/awitan, frekuensi, kualitas, intensitas, atau keparahan nyeri dan faktor presipitasinya.
2. Minta pasien untuk menilai nyeri / ketidaknyamanan pada skala 0-10, 10= tidak ada nyeri, 0=nyeri yang sangat-sangat dapat juga dengan gambar alur nyeri untk anak-anak.
3. Observasi isyarat ketidaknyamanan non verbal khususnya pada mereka yang tidak mampu mengkomunikasikannya secara efektif.
4. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (contoh : relaksasi, distraksi, terapi bermain) sebelum, setelah dan jika memungkinkan semala aktivitas yang menyakitkan sebelum nyeri terjadi / meningkat dan selama penggunaan tindakan pengurangan nyeri yang lain.
5. Pastikan pemberian analgesika prapenanganan dan atasi strategi non farmakologis sebelum dilakukan prosedur yang menimbulkan nyeri

Dx II : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri post pembedahan,luka post pembedahan.
NOC: Tingkat Mobilitas
Tujuan: Setelah dilakukkan tindakan keperawatan perubahan posisi selama 3 x 24 jam diharapkan mobilitas pasien adekuat dengan sering menunjukkan prilaku mengendalikan pada skala 4
Kriteria Hasil:
a. Penampilan seimbang
b. Pergerakan sendi dan otot
c. Melakukan perpindahan
d. Meminta bantuan untuk aktivitas mobilitas, jika diperlukan
Skala :
1. Ketergantungan
2. Membutuhkan bantuan orang lain dan alat
3. Membutuhkan bantuan orang lain
4. Mandiri dengan pertolongan alat bantu
5. Mandiri penuh
NIC: Perubahan Posisi
1. Pantau ketepatan pemasangan traksi
2. Letakkan matras / tempat tidur terapeutik dengan benar
3. Atur posisi pasien dengan postur tubuh yang benar
4. Letakkan pada posisi terapeutik ( misal ; hindari penempatan puntung amputasi pada posisi fleksi, tinggikan baian tubh yang terkena, jika diperlukan, imobilisasi / sangga bagi tubuh yang terkena).
5. Dukung latihan ROM aktif.

Dx III: Gangguan gambaran diri berhubungan dengan penanganan pembedahan (amputasi).
NOC : Resolusi Berduka
Tujuan: Setelah dilakukkan tindakan keperawatan pencapaian citra tubuh selama 3 x 24 jam diharapkan citra tubuh pasien adekuat dengan sering menunjukkan prilaku mengendalikan pada skala 4
Diharapkan citra tubuh pasien adekuat.
Kriteria hasil :
a. Gangguan citra tubuh berkurang ditunjukkan dnegan tidak ada keterlambatan dalam perkembangan anak.
b. Kongruen antara realitas tubuh, ideal tubuh, dan wujud tubuh.
c. Pengakuan terhadap dampak dari situasi pada hubungan antara keberadaan personal dan gaya hidup.
d. Pengukuran terhadap perubahan actual pada penampilan tubuh.

Skala : 1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Pencapaian Citra Tubuh
1. Kaji dan dokumentasikan respon verbal dan non verbal pasien tentang tubuh pasien.
2. Tentukan bagaimana respon anak terjadap reaksi orang tua sesuai dengan kebutuhan.
3. Tentukan harapan pasien tentang gambaran tubuh berdasarkan tahap perkembangan.
4. Ajarkan orang tua tentang pentingnya respon mereka terhadap perubahan tubuh anak dan penyesuaian dikemudian hari, sesuai dengan kebutuhan.
5. Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif dan akui realitas adanya perhatian terhadap perawatan, kemajuan dan prognosis.
6. Beri dorongan pada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan dan untuk berduka.
7. Berikan perawatan dengan cara tidak menghakimi, pelihara privasi dan martabat pasien.
8. Fasilitasi kontak dengan individu sebagai suatu mekanisme untuk mengevaluasi persepsi citra tubuh anak.
9. Gunakan lukisan gambaran diri sebagai mekanisme untuk mengungkapkan evaluasi persepsi citra tubuh pada anak.
10. Instruksikan anak tentang fungsi dari bermacam-macam bagian tubuh sesuai dengan kebutuhan.


DAFTAR PUSTAKA

Perpustakaan Nasional:Katalog Dalam Terbitan (KDT).1998.Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi.Jakarta:EGC.

Santosa, Budi. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006 : Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC.

Smeltzer,Suzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah Brunner dan Suddarth Volume 3 Edisi 8.Jakarta:EGC.

Staf FKUI.1995.Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.Jakarta:Binarupa Aksara.

Wilkinson, Judith M,2000.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria hasil NOC, Edisi 7.Jakarta : EGC.

Harnawatiaj. 2008.Infeksi Tulang.http://www.google/infeksi tulang.com (diakses tanggal 14 Maret 2008).

Leonas, Rendra. 2004.Infeksi Tulang Menyerang Anak sampai Usia 19 tahun.http://www.google/infeksi tulang menyerang anak sampai usia 19 tahun.com (diakses tanggal 10 Juli 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar