Minggu, 24 Mei 2009

OTITIS MEDIA

A. DEFINISI
Otitis media adalah merupakan peradangan pada telinga bagian tengah, merupakan infeksi yang paling sering umum dijumpai pada anak usia dibawah 4 tahun ( Reeves C.J : 2001 ).
2. Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah biasanya terjadi selama kurang dari 6 minggu yang disebabkan ole Sreptococcus pneumonia, Hemophilus influenza dan Moraxella catahalis uang memasuki telinga tengah karena disfungsi saluran eustacheus yang disebabkan oleh obstruksi yang berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas dan inflamasi struktur yang mengelilingi atau reaksi alergi.( Smeltzer.S.C & Brenda G. Bare: 2001 )
3. Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii ( Cody D & Thane R.: 1993 )
4. Otitis media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani. Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membrane timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan antibiotic, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang, penggunaan antibiotic yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens akut menjadi jarang. Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi telinga yang tak ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa dari infeksi kronik ini, dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam ( epitel skuamosa ) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysis nervus fasialis ( N. Cranial VII ), kehilangan pendengaran sensorineural dan/ atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak. (www.Google. Com)
B. ETIOLOGI
Penyebab otitis media dibagi menurut jenisnya yaitu :
Otitis media akut
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (eg : sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( eg : rhinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptococcus peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.
Otitis media serosa
Cairan pada otitis media serosa sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan “glue ear”. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( ex : penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi.
Otitis media kronis
Disebabkan oleh :
a. Terapi yang terlambat
b. Terapi yang tidak adekuat
c. Virulensi kuman tinggi
d. Daya tahan tubuh rendah
e. Kebersihan buruk

C. PATOFISIOLOGI
Otitis media akut dan kronis yang juga diketahui ebagai otitis media supuratif dan purulent adalah sama dalam patofisiologisnya.
Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi secret dalam nasofaring. Agen infeksi masuk kedalam telinga tengah menyebabkan peradangan dalam mukosa yang menimbulkan bengkak dan iritasi tulang atau osikel ( tulang pendengaran pada telinga tengah ) proses ini diikuti dengan pembentukan peradangan eksudat purulent. Serangan terjadi secara mendadak atau akut dengan durasi yang relatif pendek sekitar 3 minggu atau kurang.
Otitis media kronik biasanya mengikuti kondisi akut yang berulang, berlangsung lebih lama, dan dapat dihubungkan dengan morbiditas atau injuri yang lebih luas dalam struktur telinga tengah baikm akut maupun kronik. Tanda dan gejala penyakit ini disebabkan oleh tekanan cairan pada rongga telinga tengah, tuba eustacheus dan proses infeksi. Kerusakan tulang-tulang pada teelinga tengah berkembang menjadi perforasi membrane, jetuhnya material terinfeksi ketelinga luar. Penyakit dan pengobatab menjadi lebih rumit dengan adanya otitis eksterna. Faktor penyebab biasanya saling berkaitan.
Otitis media serosa dikarakteristikan oleh akumulasi cairan sterill dibelakang membran timpani. Otitis media serosa dapat mendahului atau menjadi komplikasi jangka panjang otitis media akut. Efusi cairan mungkin menetap pada telinga tengah mencapai beberapa bulan. Ketika cairan menetap lebih lama dan mulai menebal akhirnya terjadi komplikasi berupa otitis media adhesiva. Otitis media serosa dan kronik yang tidak diobati menyebabkan penebalan dan perlukaan pada struktur telinga tengah dan tulang. Nekrosis osikel mengakibatka destruksi struktur telinga tengah. Pembedahan osikel penting dilakukan untuk mengatasi ketulian. (www.Google.com )
























D. PATHWAY

ISPA

Kontaminasi sekresi masofaring

Obstruksi/penyumbatan tuba eustacheus

Disfungsi tuba eustacheus

Bakteri masuk ke telinga tengah

Peradangan membran tympani


Pre operasi Pemupukan sekret


Edema membran Perubahan Keluhan Perubahan Meringotomi
tympani transmisi sensori cairan sekret status kesehatan (post OP)
Nyeri akut Gangguan persepsi Hilang kemampuan Infeksi Keterbatasan informasi Ansietas Luka insisi
Sensori dengar mendengar salah menginterprestasikan
Susah tidur
Nyeri akut Risiko infeksi Kurang pengetahuan
Gangguan Resiko injuri
pola tidur
www.google.com.
E. MANIFESTASI KLINIS
Otitis media akut
a. Otorrhea bila terjadi rupture membrane tympani
b. Otalgia/ nyeri telinga
c. Gejala sistemik berupa demam, infeksi saluran pernafasan atas, rinitis
d. Eritema , bengkak, perforasi pada membran tympani
e. Tuli konduktif
f. Sakit telinga secara tiba-tiba
Otitis media seriosa
a. Kehilangan pendengaran atau tuli
b. Telinga terasa penuh
c. Bunyi letupan, berderik atau suara pemotretan dalam telinga tengah yang terjadi karena tuba eustachi yang mencoba membuka
d. Membran tynpani tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik)
e. Gelembung udara pada telinga tangah
f. Audiogram menunjukan adanya tuli konduktif
Otitis media kronik
a. Terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk
b. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema
c. Kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih dibelakang membrane tympani atau keluar kekanalis eksterna melalui lubang perforasi
d. Hasil audiometri pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau campuran


Stadium pada OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 4 stadium:
1. Stadium okulasi tuba Eustachius
Tanda adanya okulasi tuba eustachius ialah adanya gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di telinga tengah, karena adanya absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis(stadium presupurasi)
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di mrmbran tympani atau seluruh membran tympani tampak hiperemes serta edem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serous sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
Edem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisal serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum tympani menyebabkan membran tympani menonjol (bulging) kearah liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.
Apabila tekanan nanah di kavum tympani tidak berkurang, maka terjadi iskemia akibat tekanan pada kapiler-kepiler serta timbul tromboflebitis pada vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada daerah membran tympani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. Bila tidak dilakuka insisi membran tympani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membran tympani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar.

Dengan melakukan miringotomi luka insisi akan menutup kembali sedangkan apabila terjadi ruptur maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali.
4. Stadium resolusi
Bila membran tympani tetap utuh maka keadaan membran tympani perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Resolusi dapat terjadi dengan atau tanpa pengobatan. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka dapat terjadi resolusi meskipun tanpa pengobatan.

F. KOMPLIKASI
Otitis media mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan ottore. Pemberian antibiotoka telah menurunkan insiden komplikasi, walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi intrakranial yang serius lebih sering terlihat pada ekserbasi akut dari otitis media berhubungan dengan kolesteatoma.

G. PENATALAKSANAAN
Menurut Pracy, R. Siegier dan Stell, P.M (1989) penatalaksanaan pada penderita otitis media adalah sebagai berikut :
1 Otitis media akut
a Istirahat ditempat tidur dan dianjurkan untuk banyak minum
b Berikan aspirin atau parasetamol
c Antibiotika diberikan segera setelah diagnosa ditegakan
d Tindakan-tindakan khusus
1) Pembersihan telinga
Pembersihan nanah dari dalam liang telinga secara hati-hati yang diikuti pemberian antiseptik lokal. Hal ini dilakukan tiap hari sampai cairan berhenti keluar.
2) Miringotomi
Bila terjadi penumpukan mukus atau mukupos didalam telinga tengah yang daat menyebabkan ketulian terus menerus atau otitis media cepat terjadi lagi.
2 Otitis media serosa
a Irigasi antrum
b Cairan ditelinga tengah dikeluarkan dengan miringotomi dan penghisapan
3 Otitis media kronis
a Konserfatif atau medikamentosa
1) Apabila sekret keluar terus menerus diberikan obat cuci telinga
2) Setelah sekret berkurang dilanjutkan dengan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan mengandung kortikosteroid
3) Bila sekret tetap kering namun perforasi tetap ada setelah diobservasi selama 2 bulan maka harus dirujuk untuk miringoplasti atau tympanoplasti.
b Pembedahan
1) Mastoidektomi dengan atau tanpa tympanoplasti
2) Meningotomi dengan insersi tuba
Adalah tindakan insisi pada membran tympani untuk mengeluarkan cairan yang terkumpul diantara telinga tengah dan telinga luar, biasanya dilakukan pada otitis media serosa.
3) Timpanoplasti
Adalah pembedahan perbaikan pada membran tympani yang mengalami perforasi atau kerusakan yang luas karena infeksi, trauma, otosklerosis, stenosis, atau nekrosis pada telinga tengah.





SUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OTITIS MEDIA

A. PENGKAJIAN
1. WAWANCARA
a. Kaji ketajaman pendengaran dan kemampuan berkomunikasi bahasa bibir atau bahasa isyarat, alat bantu dengar, kertas atau alat tulis.
b. Kaji tentang nyeri, rasa gatal dan hilangnya pendengaran disertai pernyataan mengenai mulai serangan, lamanya, tingkat nyerinya.
c. Kaji apakah pasien pernah mempunyai riwayat /sedang menderita penyakit ISPA
d. Kaji drainase telinga
e. Kaji penerimaan pasien terhadap gangguan kecemasan, takut, marah.
2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Inspeksi
1) Dilihat apakah ada cairan yang keluar dari telinga
2) Adanya edema hiperemesis dan berair
3) Kulit liang telinga berwarna merah
b. Palpasi
1) Pasien mengeluh nyeri apabila liang telinga diraba
2) Teraba benjolan lunak dan kemerahan
3. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan garpu tala dan audiometer menunjukan adanya tuli konduktif
b. Pemeriksaan hidung dan tenggorokan untuk menentukan penyebab dari penyumbatan tuba eustacheus
c. Pemeriksaan bakteriologi hapusan dan nanah untuk mengetahui organisme penyebab dan kepekaan terhadap antibiotika
d. Pemeriksaan rontgen mastoid menunjukan mastoid yang sklerotin atau pengurangan jumlah sel udara
e. Tes rinne, webber dan swabach
f. Otoskopy ditemukan membran tympani tampak merah, bengkak seta mengeluarkan nanah

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pre operasi
a. Nyeri akut b.d peradangan membran tympani
b. Gangguan sensori persepsi pendengaran b.d perubahan transmisi sensori
c. Infeksi b.d peradangan membran tympani
d. Gangguan pola tidur b.d nyeri peradangan
e. Risiko injuri b.d hilang/berkurangnya kemampuan pendengaran
f. Ansietas keluarga b.d perubahan status kesehatan pasien
g. Kurang pengetahuan keluarga b.d keterbatasan informasi/ salah intepretasi penyakit.
2. Post operasi
a. Nyeri akut b.d diskontinuitas jaringan
b. Risiko infeksi b.d luka insisi

C. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Dx : Nyeri akut b.d peradangan membran tympani
NOC : Pain control (control nyeri)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien mampu mengontrol nyeri dengan kriteria hasil :
a. Pasien mengetahui penyebab dari nyeri
b. Pasien dapat mendeteksi dengan segera adanya serangan dari nyeri
c. Pasien dapat mengurangi nyeri dengan tanpa menggunakan obat
d. Pasien dapat menggunakan obat anti nyeri sesuai dengan resep yang dianjurkan

Skala : 1. tidak pernah menunjukan
2. jarang menunjukan
3. kadang menunjukan
4. sering menunjukan
5. selalu menunjukan

NIC : Pain management (manajemen nyeri)
Intervensi :
a. Observasi karakteristi dari nyeri (penyebab, kualitas, skala, frekuensi, area, dan waktu terjadinya nyeri)
b. Kontrol kondisi lingkungan agar tercipta lingkungan yang nyaman ( suhu udara, kebisingan, dll)
c. Ajarkan pasien teknik relaksasi nafas dalam untuk mengontrol nyerinya
d. Anjurkan pasien banyak istirahat untuk mengurangi nyeri
e. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat anti nyeri

2. Dx : Gangguan sensori persepsi pendengaran b.d perubahan transmisi sensori
NOC : Orientasi kognitif
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pendengaran pasien kembali normal dengan kriteria hasil :
a. Menunjukan kemampuan kognitif yang baik
b. Menunjukan orientasi kognitif yang positif
c. Pasien dapat berkomunikasi secara efektif
Skala : 1. tidak pernah menunjukan
2. jarang menunjukan
3. kadang menunjukan
4. sering menunjukan
5. selalu menunjukan

NIC : Peningkatan komunikasi : defisit pendengaran
Intervensi :
a. Pantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis pasien
b. Ajarkan penggunaan alat bantu denagr
c. Terangkan pada pasien bahwa suara akan terdengar berbeda dengan menggunakan alat bantu dengar
d. Yakinkan pada keluarga dan pasien bahwa defisit persepsi atau sensori adalah sementara jika pengobatan sesuai

3. Dx : Infeksi b.d peradangan membran tympani
NOC : Knowledge : Infection control
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi berkurang atau hilang dengan kriteria hasil :
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhipenularan serta penatalaksanaan
c. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
d. Jumlah lekosit dalam batas normal
Skala : 1. tidak pernah
2. terbatas
3. sedang
4. sering
5. selalu
NIC : Infection protection
Intervensi :
a. Monitor tanda dan gejala infeksi
b. Ajarkan pada keluarga dan apsien tanda dan gejala infeksi
c. Ajarkan cara menghindari infeksi
d. Monitor jumlah leukosit
e. Monitor kerentanan terhadap infeksi
f. Instrusikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
4. Dx : Gangguan pola tidur b.d nyeri peradangan
NOC : Sleep (tidur)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat tidur dengan nyenyak dengan kriteria hasil :
a. Pasien dapat tidur sesuai kebutuhan berdasarkan usia
b. Pasien merasa segar setelah tidur
c. Pasien tidak bermasalah dengan pola, kualitas, dan rutinitas tidur
d. Pasien dapat terjaga dengan waktu yang sesuai
Skala : 1. tidak pernah menunjukan
2. jarang menunjukan
3. kadang menunjukan
4. sering menunjukan
5. selalu menunjukan
NIC : Peningkatan tidur
Intervensi :
a. Hindari suara keras dan penggunaan lampu terang saat tidur malam
b. Ciptakan lingkungan yang tenang
c. Bantu pasien untuk membatasi tidur siang dengan menyediakan aktifitas untuk meningkatkan kondisi
d. Bantu pasien untuk mengidentifikasi faktor yang mungkin menyebabkan pasien kurang tidur
e. Anjurkan tidur siang jika diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tidur

5. Dx : Risiko injuri b.d hilang/berkurangnya kemampuan pendengaran
NOC : Risk control : Hearing impairment (kerusakan pendengaran)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat mengontrol factor risiko cidera dengan criteria hasil :
a. Pasien dapat menghindari trauma yang terjadi pada telinganya
b. Pasien mampu menjaga kebersihan telinga untuk mencegah infeksi
c. Pasien dapat menggunakan alat pelindung telinga
d. Pasien mampu mengikuti tes pendengaran secara periodik
Skala : 1. tidak pernah menunjukan
2. jarang menunjukan
3. kadang menunjukan
4. sering menunjukan
5. selalu menunjukan
NIC : Environmental management : Safety
Intervensi :
a. Identifikasi risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap cidera
b. Hindari kegiatan yang menyebabkan cidera fisik
c. Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko
d. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi risiko injuri

6. Dx : Ansietas keluarga b.d perubahan status kesehatan pasien
NOC : Anxietas control
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan keluarga/ pasien hilang dengan kriteria hasil :
a. Pasien atau keluarga dapat mengontrol intensitas kecemasanya sendiri
b. Pasien atau keluarga dapat menghilangkan tanda-tanda kecemasan pada dirinya
c. Pasien atau keluarga dapat mendemonstrasikan upaya mengontrol kecemasan
Skala : 1. tidak pernah menunjukan
2. jarang menunjukan
3. kadang menunjukan
4. sering menunjukan
5. selalu menunjukan
NIC : Anxietas reduction (pengurangan kecemasan)
Intervensi :
a. Dengarkan keluhan pasien dengan seksama
b. Ciptakan lingkungan yang dapat membina hubungan saling percaya
c. Bantu pasien atau keluarga mengidentifikasi situasi yang dapat menyebabkan peningkatan kecemasan
d. Ajarkan pasien atau keluarga teknik relaksasi (nafas dalam) untuk mengurangi kecemasan

7. Dx : Kurang pengetahuan keluarga b.d keterbatasan informasi/ salah intepretasi penyakit.
NOC : Pengetahuan penyakit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keluarga mengetahui penyakit yang diderita pasien dengan kriteria hasil :
a. Keluarga familiar dengan proses penyakit
b. Keluarga dapat mendeskripsikan faktor penyebab
c. Keluarga dapat mendeskripsikan tanda dan gejala penyakit
d. Keluarga dapat mendeskripsikan komplikasi yang dapat terjadi
e. Keluarga dapat mendeskripsikan tindakan untuk menurunkan progresifitas
Skala : 1. tidak pernah
2. terbatas
3. sedang
4. sering
5. selalu

NIC : Mengajarkan proses penyakit
Intervensi :
a. Mengobservasi kesiapan klien untuk mendengar
b. Menetukan tingkat pengetahuan klien sebelumnya
c. Menjelaskan tentang penyakit (pengertian, etiologi, tanda dan gejala dll)
d. Diskusikan perubahan gaya hidup yang bisa untuk mencegah komplikasi atau mengontrol proses penyakit
e. Diskusikan tentang pilihan terapi atau perawatan

8. Dx : Nyeri akut b.d diskontinuitas jaringan
NOC : Pain level
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria hasil :
a. Melaporkan nyeri berkurang
b. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
c. Mengenali gejala-gejala nyeri
d. Mencari bantuan tenaga kesehatan
Skala : 1. tidak pernah menunjukan
2. jarang menunjukan
3. kadang menunjukan
4. sering menunjukan
5. selalu menunjukan
NIC : Pain management
Intervensi :
a. Kaji secara komperhensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor pencetus
b. Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
d. Kontrol faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
e. Kolaborasi pemberian analgetik

9. Dx : Risiko infeksi b.d luka insisi
NOC : Risk control
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil :
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Jumlah leukosit dalam batas normal
d. Menunjukan prilaku hidup sehat
Skala : 1. tidak pernah
2. terbatas
3. sedang
4. sering
5. selalu

NIC : Infection control
Intervensi :
a. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan
b. Batasi pengunjung bila perlu
c. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
d. Tingkatkan intake nutrisi
e. Berikan terapi antibiotik bila perlu

D. EVALUASI
1. Diagnosa 1
a. Pasien mengetahui penyebab dari nyeri
b. Pasien dapat mendeteksi dengan segera adanya serangan dari nyeri
c. Pasien dapat mengurangi nyeri dengan tanpa menggunakan obat
d. Pasien dapat menggunakan obat anti nyeri sesuai dengan resep yang dianjurkan
2. Diagnosa 2
a Menunjukan kemampuan kognitif yang baik dengan skala 5
b Menunjukan orientasi kognitif yang positif dengan skala 5
c Pasien dapat berkomunikasi secara efektif dengan skala 5

3. Diagnosa 3
a Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi dengan skala 5
b Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhipenularan serta penatalaksanaan
c Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi dengan skala 5
d Jumlah lekosit dalam batas normal dengan skala 5

4. Diagnosa 4
a Pasien dapat tidur sesuai kebutuhan berdasarkan usia
b Pasien merasa segar setelah tidur
c Pasien tidak bermasalah dengan pola, kualitas, dan rutinitas tidur
d Pasien dapat terjaga dengan waktu yang sesuai

5. Diagnosa 5
a Pasien dapat menghindari trauma yang terjadi pada telinganya dengan skala 5
b Pasien mampu menjaga kebersihan telinga untuk mencegah infeksi
c Pasien dapat menggunakan alat pelindung telinga
d Pasien mampu mengikuti tes pendengaran secara periodik dengan skala 5

6. Diagnosa 6
a Pasien atau keluarga dapat mengontrol intensitas kecemasanya sendiri dengan skala 5
b Pasien atau keluarga dapat menghilangkan tanda-tanda kecemasan pada dirinya dengan skala 5
c Pasien atau keluarga dapat mendemonstrasikan upaya mengontrol kecemasan dengan skala 5


7. Diagnosa 7
a Keluarga familiar dengan proses penyakit
b Keluarga dapat mendeskripsikan faktor penyebab
c Keluarga dapat mendeskripsikan tanda dan gejala penyakit
d Keluarga dapat mendeskripsikan komplikasi yang dapat terjadi
e Keluarga dapat mendeskripsikan tindakan untuk menurunkan progresifitas

8. Diagnosa 8
a Melaporkan nyeri berkurang, skala <3 dengan skala indikator 5
b Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
c Mengenali gejala-gejala nyeri
d Mencari bantuan tenaga kesehatan


9. Diagnosa 9
a Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c Jumlah leukosit dalam batas normal dengan skala 5
d Menunjukan prilaku hidup sehat





DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta : Media Asculapius
Cody, D dan Thane. R. 1993. Penyakit telinga, hidung dan tenggorokan. Jakarta : EGC
FKUI. 2000. Penatalaksanaan penyakit dan kelainan hidung, telinga dan tenggorikan edisi 2. Jakarta : EGC
Pracy, R, J, siegler dan P. M. Stell. 1985. Pelajaran ringkas telinga, hidung dan tenggorokan. Jakarta : Gramedia
Reeves,C. Gayle Roux dan Robin Loekhart. 2001. Keperawatan medikal bedah edisi pertama alih bahasa Joko Setiono. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, S. C. dan Brenda G. Bare. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah edisi 8 alih bahasa Agung Waluyo. Jakarta : EGC
http :// www. nlm. nih. gov / medlineplus/ ency/ magepages/ 1092. htm)
www. Google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar