Rabu, 03 Maret 2010

KONSEP DASAR HYPOPARATIROIDISME

A. Definisi
Hypoparatiroidisme adalah kelainan metabolic yang ditandai oleh hipokalsemia dan dengan akibat perubahan-perubahan neuromuskuler dan mental
Hypoparatiroidisme adalah penurunan produksi hormone oleh kelenjar paratiroid, menyebabkan kadar kalsium dalam darah rendah. Hipokalsimea menyebabkan eksitabilitas neuromuscular dan kontraksi muscular.
Bagian tubuh yang terkena adalah kelenjar tiroid pada leher, gigi, yang mempengaruhi semua jaringan tubuh, terutama jantung, pembuluh darah, tulang, ginjal, gastrointestinal, saraf pusat dan kulit, menyerang pada semua jenis kelamin dan umur.

B. Etiologi
Hypoparatiroidisme dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
1. penyebab hypoparatiroidisme yang paling sering ditemukan adalah sekresi hormone paratiroid yang kurang adekuat akibat suplai darah terganggu. Hypofungsi paratiroid atas kehilangan fungsi kelenjar paratiroid.
2. komplikasi pembedahan (hipokalsemia) pada jaringan kelenjar paratiroid diangkat pada saat dilakukan tiroidektomi, paratiroidektomi, atau diseksi radikal leher.
3. kerusakan akibat radiasi atas kelenjar tiroid
4. kerusakan akibat perkembangan seperti pada sindrom Di George
5. destruksi autoimun dari kelenjar paratiroid
6. cedera leher
7. hemoksomatosis
8. Sindrom-sindrom autosomal dan gangguan metabolic yang jarang (hipomagnesia)

Risiko terjadinya hypoparatiroidisme meningkat apabila terdapat:
1. infeksi
2. kehamilan
3. obat diuretic

C. Patofisiologi
Gejala hypoparatiroidisme disebabkan oleh defisiensi parathormon yang mengakibatkan kenaikan kadar fosfat darah (hiperfosfatemia) dan penurunan konsentrasi kalsium darah (hipokalsemia). Tanpa adanya parathormon akan terjadi penurunan absorpsi intenstinal kalsium dari tulang dan di sepanjang tubulus renalis. Penurunan ekskresi fosfat melalui ginjal menyebabkan hipofusfaturia dan kadar kalsium serum yang rendah mengakibatkan hipokalsiuria.

Skema:

Defisiensi parathormon


Kenaikan kadar fosfat (hyperfosfatemia) dan penurunan konsentrasi kalsium darah (hipokalsemia)


Penurunan absorpsi intestinal kalsium dari makanan


Penuruna resorpsi kalsium dari tulang dan sepanjang tubulus renalis


Penurunan ekskresi fosfat


Hypoparatiroidisme






D. Phatway Keperawatan


Defisiensi Parathormon


Peningkatan Kadar Fosfat Darah dan Penurunan Konsentrasi Ca Darah


Iritabilitas Sistem Neuromuskuler


Tetanus Kejang








Laten Nyata



Ekstremitas Kaku Bronkospasme Disfagia










E. Manifestasi Klinik
Hipokalsemia menyebabkan iritabilitas sistem neuromuselcular dan turut menimbulkan gejala utama hypoparatiroidisme yang berupa tetanus. Tetanus merupakan hipertonia otot menyeluruh dengan disertai:
 Tremor
 Konstriksi spasmodic atau tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya untuk melakukan gerakan volunteer
1. Pada Tetanus Laten
 Gejala patirasa
 Kesemutan dan kram pada ekstremitas dengan keluhan perasaan kaku pada kedua belah tangan serta kaki
Pada tetanus laten, ditunjukkan oleh tanda Trousseau atau Chvostek yang positif.
• Tanda trousseau dianggap positif apabila terjadi spasme karpopedal yang ditimbulkan akibat penyumbatan aliran darah ke lengan selama 3 menit dengan manset tensimeter.
• Tanda chvostek menunjukkan hasil positif apabila pengetukan yang dilakukan secara tiba-tiba di daerah nervus fasialis tepat di depan kelenjar parotis dan di sebelah anterior telinga menyebabkan spasme atau gerakan kedutan di mulut, hidung, dan mata.
2. Pada Tetanus yang Nyata (Overt):
a. Bronkospasme
b. Spasme laring
c. Spasme karpopedal (fleksi sendi siku serta pergelangan tangan dan ekstensi sensi karpofalangeal)
d. Disfagia
e. Fotofobia
f. Aritmia jantung
g. Kejang
h. Ansietas
i. Iritabilitas
j. Depresi, kemunduran mental, psikosis
k. Kulit bersisik dan kuku patah

F. Komplikasi
1. Katarak
2. Kerusakan otak
3. Ketidaknormalan denyut jantung dan gagal jantung kongestif
G. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk menaikkkan kadar kalsium serum dan menghilangkan gejala hypoparatiroidisme serta hipokalsemia.
1. Pemberian kalsium glukonas intravena adalah terapi yang harus segera dilakukan apabila terjadi hipokalsemia dan tetanus pascatiroidiktomi. Jika terapi ini tidak segera menurunkan iriyabilitas neuromuscular dan serangan kejang, preparat sedative, seperti pentobarbital dapat diberikan.
2. Pemberian preparat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk mengatasi hypoparatiroidisme akut diserti tetanus. Namun demikian, akibat tingginya insidens reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaan preparat ini dibatasi hanya pada pasien hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan parathormon memrlukan pemantulan akan adanya perubahan kadar kalsium serum dan reaksi alergi.
3. Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi biasanya diperlukan dan akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal.
a. Dihidrotakiserol (AT 10 atau Hytakerol)
b. Ergokal siferol (vitamin D2)
c. Kolekalsiferol (vitamin D3)
4. Pengaturan lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin yang tiba-tiba, cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak. Adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia sangat memerlukan lingkungan tersebut.
5. Trakeostomi atau ventilasi mekanis mungkin dibutuhkan bersama dengan obat-pbat bronkodilator jika pasien mengalami gangguan pernapasan. Misalnya; Aminophylin, Ventolin, Salbutamol.
6. Diet tinggi kalsium rendah fosfor
• Meskipun susu, produk susu dan kuning telur merupakan makanan yang tinggi kalsium, jenis makanan ini harus dibatasi karena kandungan fosfornya tinggi.
• Bayam juga perlu dihindari karena mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium yang tidak larut.
• Tablet oral garam kalsium, seperti kalsium glukonat, dapat diberikan suplemen dalam diet.
• Gel aluminium hidroksida atau karbonat (gelusil, amphojel) diberikan sesudah makan untuk mengikat fosfat dan meningkatkan ekskresi lewat traktus gastrointestinal.






























BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
 Kaji dengan cermat klien yang berisiko untuk mengalami hypoparatiroidisme akut, seperti pada klien pascatireidoktomi, terhadap terjadinya hipokalsemia tanyakan tentang adanya manifestasi bekas atau semutan disekitar mulut atau ujung jari kaki.
 Periksa tanda chvesteks atau trousseaus positif
 Mengkaji manifestasi distress pernafasan sekunder terhadap laringospasme
 Perubahan fisik nyata seperti kulit dan rambut kering
 Kaji terhadap sindrom Parkinson atau adanya katarak
1. Riwayat penyakit
 sejak kapan pasien menderita penyakit
 apakah ada anggota keluarga yang punya penyakit sama
 apakah klien pernah mengalami tindakan operasi khususnya pengangkatan kelenjar parathyroid atau kelenjar tiroid
2. Keluhan utama, meliputi:
 kelainan bentuk tulang
 pendarahan yang sulit berhenti
 kejang-kejang, kesemutan dan lemah
3. Pemeriksaan fisik, mencakup:
 kelainan bentuk tulang
 tetani
 tanda trosseaus dan chovsteks
 pernapasan berbunyi (stridor)
 rambut jarang dan tipis; pertumbuhan kuku buruk, deformitas dan mudah patah; kulit kering dan kasar
B. Pemeriksaaan Penunjang
1. Sample darah dan urine
 Untuk pemeriksaaan kadar kalsium serum
 Kadar kalsium serum berkisar dari 5-6 mg/dl (1, hingga 1,5 mmol/L) atau lebih rendah lagi, kadar fosfat dalam serum meningkat.
2. EKG
3. Sinar X dari tulang akan memperlihatkan peningkatan densitas. Klasifikasi akan terlihat pada foto roentgen yang dilakukan terhadap jaringan subkutan atau basal ganglia otak.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d. hipertonia otot pernapasan
2. Ketidakseimbangan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) b.d. penurunan absorpsi intestinal
3. Intoleransi aktivitas b.d. kekakuan ekstremitas
4. Resiko cedera b.d. kejang

D. Intervensi
1. DX I : Pola napas tidak efektif b.d.hipertonia otot pernafasan
 NOC : Fungsi Otot
Tujuan : agar pola nafas pasien kembali normal
Kriteria hasil :
a. Kekuatan kontraksi otot
b. Irama otot
c. Massa otot
d. Kecepatan bergerak
e. Kontrol pergerakan
Skala : 1 = Sangat kompromi
2 = Cukup kompromi
3 = Sedang kompromi
4 = Sedikit kompromi
5 = Tidak kompromi
 NIC : Peningkatan relaksasi otot
Intervensi :
a. Monitor kebutuhanpasien akan oksigen
b. Monitor kemampuan otot poernafasan dalam bernafas
c. Berikan latihan atau tindakan untuk mencegah terjadinya gangguan
d. Atur posisi yang tenang dan menyenangkan
e. Anjurkan pasien untuk bernafas dengan dalam dan pelan

2. DX II : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan absorpsi intestinal.
 NOC : Status Nutrisi
Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien tercukupi
Kriteria hasi :
a. Melaporkan nutriosi adekuat
b. Input makanan dan cairan adekuat
c. Energi adekuat
d. Ukuran biokimia
Skala : 1 = Sangat kompromi
2 = Cukup kompromi
3 = Sedang kompromi
4 = Sedikit kompromi
5 = Tidak kompromi

 NIC : Terapi Nutrisi
Intervensi :
a. Monitor makanan atau cairan yang dimakan dan dihitung masukan kalori tiap hari
b. Tentukan makanan kesukaan dengan mempertimbangkan budaya dan keyakinanya
c. Kolaborasi : Tentukan makanan yang tepat sebagai program diet
d. Dorong pasien untuk memilih makanan yang lunak
e. Dorong masukan makanan tinggi kalsium
f. Dorong masukan makanan dan cairan rendah pospor

3. DX III : Resiko cidera b.d kejang
 NOC : Kontrol Resiko
Tujuan : Resiko cedera terkontrol dan berkurang
Kiteria Hasil :
a. mengetahui resiko
b. memonitor faktor resiko lingkungan
c. memonitor faktor rresiko perileku individu
d. mengembangkan strategi kontrol resiko yang efektif
e. memonitor perubahan status kesehatan
skala : 1 = tak pernah menunj
2 = jarang menunjukkan
3 = kadang menunjukkan
4 = sering menunjukkan
5 = selalu menunjukkan

 NIC : Manajemen keamanan lingkungan
Intervensi :
a. identifikasi tingkat kebutuhan pasien akan keamanan
b. identifikasi bahaya yang ada di lingkungannya
c. atur lingkungan unuk meminimalkan resiko cedera
d. gunakan alat pelindung atas situasi yang berbahaya
e. monitor lingkungan untuk perubahan status keamanan
f. awasi pasien terhadap tindakan yang membahayakan.
4. DX IV : Intoleransi aktivitas b.d kekakuan ekstremitas tubuh
 NOC : Perawatan diri :ADL
Tujuan : Aktivitas ADL pasien kembali normal
Kriteria Hasil :
a. Makan
b. Memakai pakaian
c. Mandi
d. Jalan
e. Duduk
Skala : 1 = tidak mandiri
2 = dengan bantuan orang lain dan alat
3 = dengan bantuan orang lain
4 = dengan bantuan alat
5 = mandiri

 NIC : Terapi aktivitas
a. Rencanakan dan monitor program aktivitas yang tepat
b. Bantu pasien memilih aktivitas yang sesuai dengan kemampuannya
c. Bantu untuk memfokuskan apa yang dapat pasien lakukan
d. Buat lingkungan yang nyaman dan aman bagi pasien
e. Berikan reinforcement kepada pasien atas kemampuannya
f. Monitor respons emosi, fisik, social, dan spiritual dalam aktivitas.
E. EVALUASI
1. kekuatan otot pernafasan dalam bernafas
2. pola pernafasan
3. pergerakan
4. jumlah input dan output nutrisi pasien
5. energi
6. kadaf kalsium dan fosfoer dalam darah
7. kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
8. tingkat kenyamanan dan keamanan pasien terhadap lingkungan

DAFTAR PUSTAKA


Jhonson, Marion,dkk. 2000. NOC. Missouri: Mosby

Griffin, Winter. 1994. Buku Pintar Kesehatan. Jakarta: Arca

Guyton, hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Mc Closkey,Joane,dkk. 1995. NIC. Missouri: Mosby

Nanda. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan nanda 2005-2006. Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC

Price, Sylvia Anderson, dkk. 1985. Patofisiologi edisi 2 bagian 2. Jakarta: EGC

Rag, mark. 1994. Memahami Masalah Tiroid. Jakarta: Arcan.

Robbins, Stanley. Kumar, Vinay. 1995. Buku Ajar Potologi II edisi 4 (alih Bahasa: Staf Pengajar Laboratorium Patologi Anatomik fakultas Kedokteran Universitas Airlangga). Jakarta: EGC

Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System Endokrin. Jakarta: EGC

www.google.com//sistemendokrin. Diakses tanggal 19 Maret 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar